This is default featured slide 1 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 2 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 3 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 4 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 5 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

Tuesday 28 May 2013

Pelajaran Bahasa jawa : Ukara Homonim, Sinonim, Antonim Bahasa Jawa

Homonim yaiku tembung-tembung kang padha pangucapane lan padha panulisane, nanging beda tegese sebab asale tembung kang beda.
Tuladha:
- Kula rade pandung panjenengan punika sinten? (pangling)
- Rehning punika kathah pandung, mila kedah ngantos-atos. (maling)
- Mengko yen ibu duka kepriye, mbak? (nesu)
- Bocah ditakoni kok mung duka bae, sebel aku! (embuh)

Pelajaran Bahasa Jawa : Bagian-bagian surat (layang) dan contoh surat (layang)

1. SATATA BASA : Alamate layang bisa katulis pojok tengen utawa kiwa ing dhuwur.
2. ADANGIYAH : Tembung pamuji rahayu upamane :
    a. Rinengga sugenging pakurmatan.
    b. Tansah winantu suka basuki.
    c. Katentreman lan karahayon
    d. Winantu ing bagya mulya.
    e. Sembah sungkem.

Bahasa Jawa : Araning Godong (daun)

Araning Godong, Sebutan Atau Atau Penamaan Daun Dalam Bahasa Jawa
- Godhong Asem = Sinom
- Godhong Aren = Dliring
- Godhong Cocor Bebek = Tibo Urip
- Godhong Dhadhap = Tawa
- Godhong Gebang = Kejang
- Godhong Gedhang Enom = Pupus
- Godhong Gedahang Garing = Klaras
- Godhong Gedhang Tuwo = Ujungan
- Godhong Jati = Jati
- Godhong Jambe = Dedel/Pracat
- Godhong Jarak Kebo = Lomah/Lamah
- Godhong Jarak = Bledheg

Pelajaran Bahasa Jawa : Arene Gamane Kewan

Araning Gamane Kewan, Sebutan Atau Penamaan Untuk Senjata Hewan Dalam Bahasa Jawa
- Asu = Kuku, Siung
- Ayam = Jalu, Cucuk
- Gajah = Tlale, Gadhing
- Jaran = Sikil
- Kidang = Sungu
- Kebo = Sungu
- Kombang = Entup
- Kalajengking = Entup
- Kepithing = Supit
- Kucing = Kuku, Siung
- Tawon = Entup
- Tunggeng = Entup
- Tikus = Kuku, Untu
- Lele = Pathil
- Landhak = Wulu Eri
- Clurut = Gandha
- Macan = Kuku, Siung
- Rase = Gandha
- Ulo = Wiso
- Warak = Cula

Pelajaran Bahasa Jawa : Araning Anak Kewan

Araning Anak Kewan, Sebutan Atau Penamaan Anak Hewan Dalam Bahasa Jawa
- Anak Asu = Kirik
- Anak Ayam = Kuthuk
- Anak Ampal = Embung – embungan
- Anak Nyangkrang = Kroto
- Anak Bandeng = Nener
- Anak Bantheng = Wereng / Cendhet
- Anak Babi = Gambluk
- Anak Boyo = Rete
- Anak Banyak = Blegur
- Anak Bebek = Meri
- Anak Blanak = Sendha
- Anak Bethik = Menter
- Anak Bulus = Kethul
- Anak Budheng = Kowe
- Anak Cecak = Sawiyah
- Anak Celeng = Genjik
- Anak Cacing = Lur
- Anak Coro = Mendhet

Ramalan Akhir Dunia menurut Isaac Newton


Isaac Newton, yang dalam novel Dan Brown “The Da Vinci Code” disebut-sebut sebagai salah seorang tokoh Illuminati Eropa abad pertengahan yang melawan dogma gereja soal gravitasi bumi, ternyata diketahui memiliki sebuah manuskrip rahasia.

Manuskrip ini berisi ramalan Newton tentang akhir dunia, yang diambil dari berbagai kitab-kitab kuno dan juga Injil Daniel.
Dari sejumlah literatur diketahui bahwa selain menyukai fisika dan matematika, Newton juga tekun mendalami ilmu-ilmu religi, simbol, dan juga ramalan. Yang terakhir ini mendekatkannya kepada perkumpulan-perkumpulan ilmuwan Eropa Kabalah abad pertengahan yang saat itu menjadi musuh bebuyutan gereja.

Sebuah perkumpulan atau perserikatan ilmuwan paling terkemuka di Eropa ketika itu bernama Illuminati, yang memiliki arti sebagai “Yang Tercerahkan” (Iluminatrix). Maria Magdalena yang disanjung kelompok Kabbalah pun memiliki nama lain yakni Iluminatrix Queen (Ratu Pencerahan).

Tentang Pernikahan


Memiliki keturunan (reproduksi) adalah salah satu 'ibadah Khalifatullah yang telah digariskan Allah sebagai bentuk kehidupan yang 'semata-mata hanya untuk menyembah Allah SWT'. Dengan berbagai istilah dan terminologi manusia menyebut tentang pernikahan, yaitu sesuatu yang menunjuk pada aktifitas percampuran dua jenis manusia (laki-laki dan perempuan). Agama samawi yang diturunkan pertama kalinya yaitu melalui Adam AS hingga kepada risalah Rasulullah menjadikan pernikahan adalah suatu 'ibadah yang sunnah. Bahkan Rasulullah bersabda bahwa 'Nikah itu adalah sunnah ku. Maka barang siapa menikah maka ia telah mengikuti Sunnah ku'. Sama halnya seperti Puasa, Pernikahan juga merupakan 'ibadah para rasul dan nabi Allah (Ar-Ra'ad: 38).
Maka sebagai pewaris ajaran para Khalifah Allah di dunia, menikah menjadi suatu hal yang diperhatikan oleh manusia yang akan mengalaminya, dimana dua manusia yang saling berbeda, akan mengikat (bukan diikat) diri dalam suatu pernikahan. Maka pernikahan yang baik adalah pernikahan yang dilakukan dengan ikhlas dan ridha dari keduanya yang melangsungkannya.

Mengenal Tradisi Ruwatan


Adalah Tradisi ritual Jawa sebagai sarana pembebasan dan penyucian, atas dosa/kesalahannya yang diperkirakan bisa berdampak kesialan didalam hidupnya.
Kebudayaan Jawa sebagai subkultur Kebudayaan Nasional Indonesia, telah mengakar bertahun-tahun menjadi pandangan hidup dan sikap hidup umumnya orang Jawa. Sikap hidup masyarakat Jawa memiliki identitas dan karakter yang menonjol yang dilandasi direferensi nasehat-nasehat nenek moyang sampai turun temurun, hormat kepada sesama serta berbagai perlambang dalam ungkapan Jawa, menjadi isian jiwa seni dan budaya Jawa.

Didalam ungkapan " Crah Agawe Bubrah - Rukun Agawe Santosa " menghendaki keserasian dan keselarasan dengan pola pikir hidup saling menghormati. Perlambang dan ungkapan-ungkapan halus yang mengandung pendidikan moral, banyak kita jumpai dalam kehidupan sehari-hari, misalnya :

1. Ojo Dumeh : Merasa dirinya lebih

2. Mulat sarira, Hangrasa wani : Mawas diri, instropeksi diri

3. Mikul Duwur, Mendem Jero : Menghargai dan menghormati serta menyimpan - rahasia orang lain.

Mengenal Keris

Keris dan Tosan Aji lainnya, bagi Masyarakat Nusantara tentu memiliki makna tersendiri, bukan saja tentang tuah ataupun yoni, tetapi juga makna budaya, sejarah dan filosofi yang sarat makna, bahkan telah menjadi semacam Filosofi Hidup.
Berbagai buku telah mengupas banyak tentang keris. Berbagai forum diskusi, baik yang santai sambil disambi ngopi, setengah serius dan sampai yang serius berbentuk seminar dan lokakarya telah pula dilakukan. Perdebatan dan kesamaan pendapat selalu muncul mengiringi perkembangan budaya keris.

Keris, dari jaman dahulu hingga sekarang telah menjadi suatu benda yang menarik untuk dimiliki sebagai benda koleksi, dipandang sebagai suatu bentuk karya seni dan spiritual yang sangat indah maupun diperbincangkan dari berbagai aspek. Bukan saja pada aspek fisik maupun non fisik, tetapi juga aspek sejarah dan evolusi perkembangannya.

Makna cerita dalam Serat Dewa Ruci

Cerita Dewa Ruci diduga -menurut Prof. Dr. RM. Ng Purbotjaroko dan Dr. Stutterheim- ditulis kira-kira pada masa peralihan agama, atau pada awal tersebarnya Islam di Tanah Jawa. Cerita aslinya, yang dianggap Babon-nya, dinisbahkan kepada Mpu Ciwamurti. Tetapi naskah-naskah kemudian dihubungkan kepada Ajisaka, yang konon menjadi murid Maulana Ngusman Ngali, seorang penyebar agama Islam. Pada tangan Sunan Bonang, Serat Dewa Ruci yang asli itu diterjemahkan dari Bahasa Kawi ke dalam bahasa Jawa Modern. Terjemahan ini tersimpan di perpustakaan pribadi R.Ng.Ronggowarsito.
Orang hanya dapat memahami Dewa Ruci bila ia memiliki latar belakang ilmu tasawuf, dengan merujuk paling tidak pada karya-karya Al-Ghazali dan Ibn Arabi. Walaupun Prof. Dr. Ng. Purbotjaroko mengatakan bahwa nilai sastra dewa Ruci itu tidak besar dan nilainya sebagai buku tasawuf juga tidak begitu penting, bagi kebanyakan orang Jawa, terutama
"angkatan tua", ia dianggap sebagai sumber pokok ajaran Kejawen, sebagai rujukan untuk "ilmu kasampurnan" .

Dalam Cerita Dewa Ruci, sebenarnya tasawuf disampaikan dengan menggunakan "bahasa" orang Jawa. Secara hermeneutik, jika kita membaca Cerita Dewa Ruci dengan Vorverstandnis (preunderstanding) sastra modern, kita akan mengatakannya seperti Prof. Dr. Ng. Purbotjaroko.Tetapi bila preunderstanding kita itu dilandasi pada literatur sufi,