This is default featured slide 1 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 2 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 3 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 4 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 5 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

Tuesday 22 May 2012

ALIF LAAM MIIM


Di dalam beberapa surat Al Qur’an, pada permulaan suratnya ada yang dimulai dengan rangkaian huruf-huruf yang kalau dibaca nyaris tidak ada maknanya yang jelas sama sekali, misalnya :

‘alif laam miim,
alif lam raa,
alif laam miim shaad,
haa miim, alif laam miim raa,
kaaf haa yaa ‘aiin shaad,
thaa ha, thaa siin miim,
thaa siin, yaa siin,
 shaad,
‘aiin siin qaaf, qaaf, nuun,

dan sebagainya, terutama di awal surat-surat panjang di hampir tiga perempat bagian Al Qur’an.

Nah sikap umat Islam dalam memahami rangkaian huruf-huruf itu sangatlah beragam. Ada yang memaknainya dengan: “Hanya Allah sajalah yang tahu maknanya dengan pasti”. Ada pula yang mencoba menafsirkannya dengan cara menggatuk-gatukkannya dengan sebuah pemahaman yang dianggap sangat rahasia, sehingga hanya orang-orang tertentu sajalah yang berhak untuk mengetahuinya. Ya boleh-boleh saja sebenarnya untuk itu.

Tapi kali ini saya ingin memberikan sebuah wacana alternatif tentang makna dari huruf-huruf tersebut dengan cara yang sangat sederhana. Mari kita lihat…!

Dalam memahami Al Qur’an, bagi kita umat Islam yang tidak berbahasa arab, paling tidak ada dua cara yang bisa kita pakai.

Cara Pertama, adalah dengan kita membaca terjemahannya maupun tafsiran-tafsirannya yang telah dibuat oleh ulama-ulama terdahulu. Kita akan merasa bangga saat kita punya segudang buku-buku tafsir dari ulama-ulama terkenal, apalagi kalau ulama itu berasal dari Timur Tengah. Hati kita berbunga-bunga dengan buku-buku tafsir tersebut, seakan-akan dengan buku itu kita akan bisa menjadi paham dengan Al Qur’an dan ahli tentang berbagai ayat-ayatnya.

Dengan pemahaman cara pertama ini, biasanya kita hanya terangguk-angguk saja menyerap apa-apa yang kita baca. Mengerti tidak mengerti, ada atau tidaknya realitas ayat tersebut yang kita rasakan, kita tidak terlalu ambil pusing. Apa-apa yang kita baca sebagai terjemahan dan tafsiran dari ayat Al Qur’an itu kita hafal dan masukkan ke dalam otak kita sebagai sebuah nilai kebenaran. Kita tidak diperkenankan untuk ragu-ragu sedikitpun tentang benar atau tidaknya apa-apa yang dikatakan oleh ayat-ayat Al Qur’an ataupun tafsirnya, apalagi kalau tafsir itu adalah karya ulama yang dianggap sangat terkenal pada zaman lalu. Pokoknya apa-apa yang kita baca didalam Al Qur’an dan tafsirnya itu kita anggap adalah benar dan tidak perlu dipertanyakan lagi. TITIK.

Makanya kira terheran-heran saja saat kita ingin memahami ayat-ayat tentang SUASANA, HAL, atau KEADAAN tentang orang yang beriman, seperti adanya dada yang bergetar saat dibacakan ayat-ayat Allah, atau adanya tangis dan menyungkur saking dahsyatnya pengaruh pengucapan nama Allah, ataupun adanya tuntunan demi tuntunan Tuhan dalam keseharian kita. Kita kesulitan untuk memahaminya, sehingga kita mulai bertanya-tanya tentang muatan kebenaran yang dibawa oleh ayat tersebut. “Benar nggak sih ayat ini…?”, kata kita sedikit bertanya-tanya dengan wajah yang malu-malu. Terlebih lagi saat kita tidak dapat mendapatkan atau merasakan realitas dari ayat-ayat yang kita baca tersebut.  Sehingga akhirnya ayat Al Qur’an tersebut berubah menjadi sebuah ayat dogmatis yang harus kita terima, enak ataupun tidak enak terpaksa kita telan.

Cara kedua adalah dengan membaca bahasa Tuhan, berupa QALAM, yang dengan bahasa itulah Tuhan mengajari umat manusia terhadap apa-apa yang tidak diketahuinya. Pada artikel “Lautan Kira-Kira” dan artikel “Membaca Qalam Menuai Paham”, saya sudah mengupas sedikit tentang bahasa Qalam ini. Silahkan dilihat kembali. Nah…, dengan cara kedua inilah sebenarnya kita diminta oleh Allah dalam membaca Al Qur’an.

Untuk kali ini, kita akan melihat bentuk bahasa Qalam ini dalam kehidupan kita sehari-hari. Bagaimana cara Al Qur’an mengajak kita untuk membacanya. Langkah pertama seperti apa yang harus kita jalani untuk bisa melahap bahasa Qalam itu dengan sempurna.

Cobalah perhatikan…, diawal surat Al Baqarah, Allah mengawali surat tersebut dengan kalimat “Alif laam miim”. Sebuah untaian kata yang tidak punya arti apa-apa. Akan tetapi ternyata kata-kata tersebut mempunyai makna yag sangat fundamental ketika kita ingin membaca pengajaran Tuhan kepada kita saat ini.

Artinya untuk bisa memahami Al Qur’an, kita tidak diminta oleh Allah untuk membawa ilmu kita. Kita tidak diminta oleh Allah untuk membawa tafsiran-tafsiran yang telah kita punyai dan hafal selama ini. Kita cukup menjadikannya sebagai landasan berpijak kita saja, untuk kemudian kita melangkah ke anak tangga pemahaman berikutnya.  Karena kalau kita masih membawanya, dan kita masih bertahan di anak tangga pertama saja, padahal ketika itu kita sedang dibukakan kesempatan oleh Allah untuk memahami realitas bahasa Al Qur’an dikekinian waktu, maka kita akan TERTUTUP dari pemahaman baru tersebut. Sehingga pemahaman yang akan kita dapatkan tetaplah sebegitu-begitunya saja, nyaris tidak akan pernah berkembang dan beranjak dari pemahaman sejak dari dahulu kala. Sama saja dari zaman ke zaman. Seakan-akan Allah telah berhenti untuk memberikan pemahaman baru kepada kita. Seiring dengan telah dibukukannya Al Qur’an, kita juga mengira bahwa Allah hanya berkata-kata sebatas apa-apa yang ditulis di dalam Al Qur’an itu saja.

Kita mengira bahwa tafsiran dan pemahaman kita terhadap Al Qur’an itu juga telah berhenti di hadits-hadits Rasulullah, berhenti ditangan sahabat-sahabat Beliau dan dilidah para tabi’in, tabit tabi’in. Hanya sebegitu-begitunya sajalah Bahasa Tuhan yang boleh kita tangkap. Tidak lebih tidak kurang. Makanya setiap ada buku-buku yang katanya adalah buku baru, yang ditulis saat ini oleh seorang ulama yang terkenal pula, maka isinya tidak akan lebih dari pengulangan-pengulangan atas pemahaman yang telah ada di zaman-zaman yang lampau. Kalaulah hal ini hanya untuk masalah-masalah ibadah saja, ya tidak masalah dan memang haruslah seperti itu. Akan tetapi untuk masalah-masalah yang berkenaan dengan seluk beluk jiwa dan perilaku manusia serta serba-serbi  ilmu pengetahuan (segala macam ilmu pengetahuan), kita juga maunya mengekor kepada bahasa-bahasa tertulis zaman lalu itu. Akibatnya kita sangatlah terseok-seok di dua bidang ini.

Di sekolah-sekolah yang katanya mengajarkan agama kepada murid-muridnya, maka ilmu yang dibahas selalu saja ilmu yang berkenaan dengan tafsiran-tafsiran kehidupan berdasarkan kitab-kitab kuno tersebut. Dan muatan dari ilmu itu juga lebih mengarah pada satu sisi kehidupan saja, yaitu sisi kehidupan akhirat. Seakan-akan kita memang telah dengan sengaja memisahkan kehidupan akhirat itu dengan kehidupan kita di dunia saat ini. Sementara dalam do’a-do’a…, kita selalu mengharapkan adanya kehidupan yang baik di dunia dan kehidupan yang baik di akhirat. Tapi kita telah membunuh kebahagiaan di dunia itu dengan sengaja. Kita telah menutup telinga, mata, otak, dan dada kita terhadap bahasa Tuhan tentang kehidupan dunia ini.

Padahal pengajaran Allah, bahasa dan kata-kata Allah akan selalu mengalir disetiap waktu dan dengan kualitas yang terkini pula, melalui tabir-tabirnya yang sungguh tak terhingga banyaknya. Ya…, Bahasa Allah tidak akan pernah berhenti mengalir, tidak akan pernah kuno dan ketinggalan zaman sampai kapanpun. Bahasa Allah adalah sebuah bahasa UP TO DATE yang selalu berganti baru disetiap detik yang berdenting.

Dan luarbiasanya lagi. Allah akan tetap mengalirkan Bahasa dan Omongan-Nya itu kepada siapa pun yang mau mendengarkannya dan dimanapun tempatnya. Allah tidak peduli apakah bahasa-Nya yang berada di tetumbuhan dan di alam semesta akan dimengerti oleh orang-orang yang beriman kepada-Nya atau tidak. Allah tidak milih-milih dalam menempatkan Bahasa dan Omongan-Nya itu, tidak harus hanya di Arab, tidak harus hanya di Indonesia, tidak harus hanya di negara-negara Islam. Tidak. Bahasa Allah akan mengalir di tabir-tabir-Nya diseluruh pelosok permukaan bumi yang ditujukan-Nya bagi orang-orang yang mau membacanya, IQRAA…!.

Dan yang akan membedakan berhasil atau tidaknya kita dalam membaca bahasa Tuhan itu hanyalah dengan melihat masalah manfaatnya saja nantinya. Kalau orang yang beriman kepada Allah yang membacanya, maka hasilnya pastilah bermanfaat untuk kemakmuran bagi seluruh umat manusia, dan akan menambah keimanan sang pembacanya kepada Allah. Akan tetapi kalau yang berhasil membacanya adalah orang yang TIDAK beriman kepada Allah, maka hasilnya lebih banyak mengarah kepada kemudharatan dan kesengsaraan umat manusia lainnya. Dan sang pembaca Qalam Tuhan yang tidak didasari oleh iman kepada Allah itupun tidak akan mampu pula untuk meningkatkan keimanan-Nya ke arah yang tepat, yaitu Allah.

Sederhana sekali sebenarnya…, bahwa ketika kita membaca ayat-ayat Al Qur’an, maka sebenarnya saat itu kita tinggal membenarkan saja ayat-ayat yang sedang kita baca itu. Sebab sebelum kita membaca ayat itu, atau saat membacanya, ataupun setelah membacanya, kita diberikan kepahaman oleh Allah tentang realitas dari ayat-ayat tersebut. Dan luar biasanya lagi, realitas dan kepahaman kita terhadap satu ayat yang sama, akan sangat berbeda dari waktu ke waktu. Allah seperti menuangkan terus pemahaman-pemahaman dan bukti-bukti baru yang berbeda dengan yang kita dapatkan sebelumnya, walaupun yang kita baca ayat Al Qur’annya adalah ayat yang itu-itu juga. Ayat yang sama tapi dengan pemahaman di kekinian waktu. 

Demikianlah cara Allah menyusupkan, mengilhamkan, mewahyukan, pemahaman kepada kita disetiap saat. Seperti juga cara Allah mewahyukan pemahaman kepada lebah, kepada semut, kepada bumi, kepada matahari atas tugas-tugas yang harus mereka kerjakan. Jadi wahyu Tuhan itu tidak akan pernah berhenti diturunkan kepada seluruh makhluk-Nya sampai kapan pun. Karena Allah memang berbicara melalui bahasa wahyu, yang bukan berupa kata-kata, huruf-huruf, kalimat-kalimat, yang tidak sama dengan bahasa manusia yang kita lakukan.

Nah…, setiap kita mau mengawali membaca ayat-ayat al Qur’an, kita seperti diingatkan oleh Allah untuk segera menanggalkan pemahaman dan tafsir-tafsir yang telah kita ketahui sebelumnya. Alif laam miim. Copot semua dulu, nafikan semua file-file yang ada diotak kita tentang ayat-ayat yang akan kita baca itu terlebih dahulu. Lalu lihatlah Yang Ada, Laa ilaha illla Allah. Lalu siapkanlah mata, telinga, dan dada kita untuk menerima curahan dan aliran pengertian dari Tuhan, dan siapkan pula otak kita untuk merekamnya di setiap saat. Lalu amatilah lingkungan kita, amatilah di sekitar kita, kepahaman apa yang bisa kita dapatkan dari sana, dan lalu kita lihat ayat Al Qur’an yang bercerita tentang apa-apa yang harus kita lakukan terhadap lingkungan kita itu. Dan kita tinggal menjalankan saja anjuran yang diperintahkan oleh Al Qur’an. Dan seketika itu juga kita akan menjadi seorang penyaksi atas kebenaran dari ayat-ayat Al Qur’an yang kita baca.

Contohnya…

Saat bencana terjadi, banjir atau tsunami misalnya, Allah sebenarnya saat tengah menarok bahasa-Nya melalui tabir-tabir-Nya, yaitu pada alam itu sendiri yang sedang diluluhlantakkankan oleh sebuah kekuatan yang Maha Raksasa, dan pada diri-diri ribuan manusia yang sedang menderita duka nestapa sebagai objek yang menanggung akibatnya.

Mari kita lihat bagaimana bahasa Allah kepada kita saat terjadinya bencana tsunami di Aceh di akhir tahun 2004 yang lalu. Di saat umat manusia di Aceh dan sekitarnya tengah terlena dengan kehidupan sehari-hari mereka, Allah tiba-tiba memperlihatkan kekuasaannya. BUUMMM…, sebuah gempa dahsyat datang mengguncang wilayah lautan Aceh.

Bagi orang yang tidak sadar, maka gempa itu akan dianggapnya hanya sebagai sebuah gejala alam biasa saja. Apalagi dengan teknologi yang ada, gempa itu sudah bisa diramalkan kedatangannya sebelumnya, maka orang akan menganggapnya sebagai peristiwa alamiah yang memang sudah sewajarnya saja terjadi. Sehingga banyak diantara kita, terutama yang tidak merasakan dampak  langsung dari tsunami itu, akan bersikap biasa-biasa saja. Kita tidak care, dan kita tidak sediki tpun berhasil meningkatkan kesadaran kita kepada Allah. Akibatnya kita juga akan tidak bisa meningkatkan kesadaran kita terhadap bahasa Tuhan yang sedang ditarok-Nya pada diri masyarakat Aceh yang sedang menderita. Kepedulian kita terhadap duka nestapa rakyat Aceh nyaris tipis, setipis kepahaman kita dalam memamami Bahasa Tuhan.

Akan tetapi mari kita lihat bagaimana Al Qur’an mengajak kita dalam bersikap dan berkesadaran saat kita membaca Bahasa Allah di setiap saat. Al Qur’an menjelaskan bagaimana seorang ULUL ALBAB bersikap dalam membaca Bahasa Tuhan, yang kali ini ditarok-Nya di Tabir Gempa:

“BUUMMM…”, sebuah Gempa dahsyat dengan kekuatan sekitar 9 skala R terjadi, maka kesadaran Sang Ulul Albab akan bergerak saat demi saat, paling tidak seperti berikut ini:

Pertama, Sang Ulul Albab akan menyadari bahwa saat itu ALLAH sedang  menarok Qalam-Nya di celah-celah bebatuan didasar lautan Hindia. Jadi pada langkah pertama ini, kesadarannya langsung pergi, dan lari ke Allah. Dzikrullah. Bahwa semua ini terjadi adalah karena Allah yang sedang berkehendak, Allah yang sedang menarok Bahasanya di tabir Gempa buat  dibaca, di IQRAA, oleh seluruh umat manusia. Begitu jelasnya bahasa Allah itu disabdakan-Nya kepada kita. Kita, dan siapa pun juga, akan bisa membaca Bahasa Qalam itu. Kita bisa dengan sangat jelas membedakan suasana sebuah gempa dengan suasana yang bukan gempa. Jelas sekali beda gempa itu dengan yang bukan gempa. Kita tidak perlu berfikir apapun tentang gempa itu. Kita tidak usah mencari-cari definisi dulu tentang gempa itu. Kita tidak usah membuka buku dulu untuk mencari tahu peristiwa macam apa ini gerangan yang sedang terjadi.

Apapun yang kemudian terjadi, sebagai dampak ikutan dari kejadian gempa itu, maka semuanya itu tidak lain adalah bahasa Tuhan, yang dengan sangat jelas, sedang di sampaikan-Nya kepada kita. Bahasa Tuhan itu adalah bahasa-Nya di tabir tsunami. Ada gelombang air laut yang menyapu daratan Aceh, Srilangka, Thailand, Afrika, dan sebagainya. Ada rumah, ada sekolah, dan ada bangunan-bangunan lainnya yang hancur lebur diterjang dahsyatnya gelombang lautan itu. Apapun yang selama ini diperkirakan orang tidak akan pernah terjadi, terjadilah pada saat itu. Mayat-mayat berserakan dimana-mana. Ratusan ribu nyawa melayang. Dan ratusan ribu orang lainnya, bahkankan lebih, kehilangan orang tua, anak, sanak saudara, dan harta bendanya. Semuanya diperlihatkan Allah melalui bahasa-Nya yang begitu jelas. Bahasa Bahasa Kun Fayakun, Bahasa Tabir. Semua orang bisa membacanya dengan jelas. Orang dengan agama apapun akan bisa membacanya.

Bagi Sang Ulul Albab, segala parahara dan duka nestapa umat manusia itu akan membuatnya lebih kuat (jahadu) lagi meloncatkan kesadarannya kepada Allah. Bahwa semua yang terjadi itu adalah bahasa Allah yang tengah menyapa seluruh umat manusia untuk kemudian dia ambil sebagai pelajaran.

Kedua, Sang Ulul Albab akan sadar bahwa saat gempa itu terjadi, sebenarnya Allah tengah berbicara kepadanya:

“Ini Aku...,
Aku bertajalli..., Aku bertajalli..., Aku bertajalli...,
Aku Ada...,
Aku Menampakkan Diri-Ku....!.

Kau wahai hamba-Ku…, lihatlah betapa besarnya kekuatan-Ku dan kekuasaan-Ku. Bumi yang tadinya diam, kemudian Ku guncangkan agar dia menjadi kokoh.

Lihatlah wahai hamba-Ku,
bagaimana Aku  membuat tsunami dengan adanya gempa itu,
bagaimana Aku menyapukan gelombang itu ke daratan yang luas,
bagaimana Aku dengan mudahnya mengambil nyawa ratusan ribu umat manusia dan binatang ternak dengan seketika,

Lihatlah wahai hamba-Ku,
Betapa berkuasanya Aku,
Betapa berkehendaknya Aku,  
Aku benar-benar berbuat sesuka hati-Ku,
Karena memang semuanya adalah milik-Ku.

Maka sujudlah kepada-Ku wahai hamba-Ku,
Sembahlah Aku,
Mintalah kepada-Ku,
Agar rahmat-Ku mengalir kepadamu…!.

Ya…, Sang Ulul Albab pastilah "gembira" melihat langsung penampakan Allah itu, seperti Allah bertajalli kepada Musa, saat Musa memohon agar Allah menampakkan Diri-Nya. Dan begitu Allah bertajalli, maka Bukit Thursina pun hancur luluh lantak, sehingga Musa pun pingsan. Semua ternyata FANA (tiada). Bukit Thursina tiada, Musa tiada, Fana…, fana…!. Hanya Dialah Yang Ada…, Allah…!.

Saat Allah “menampakkan” Diri-Nya, secara dhahir, maka bumi direkahkan, air laut di gelorakan, ratusan ribu manusia dimatikan. Semuanya menjadi FANA. Pendengaran..., penglihatan..., hidup mereka lenyap, diambil kembali oleh Sang Pemiliknya, ALLAH. .

Dan tiada lain…, Sang Ulul Albab pun tersungkur dan bersujud seperti Musa, seraya menegaskan: “… Maha Suci Engkau, aku bertaubat kepada Engkau dan aku orang yang pertama-tama beriman". (Al A'raf 143).

Ketiga, Sang Ulul Albab akan terus membaca Qalam Tuhan yang ditarok-Nya di tabir wilayah pasca bencana. Manusia-manusia yang hidup di sekitar wilayah bencana alam itu sungguh didera nestapa. Ada yang sudah tidak punya rumah, pakaian, dan makanan lagi. Ada ribuan anak yang telah menjadi yatim piatu. Ada yang sakit, ada yang tidak punya sekolah lagi, ada yang sudah tidak bisa apa-apa lagi. Semua bercampur baur menunggu orang-orang yang mau menjadi kurir Allah, wakil Allah, kendaraan Allah, khalifah Allah,  untuk membangun dan menata kembali wilayah Aceh dan masyarakatnya yang sudah porak poranda itu.

Keempat (yang terpenting sebenarnya), Sang Ulul Albab, dengan tergopoh-gopoh, akan melihat dada dan otaknya. Adakah di dadanya muncul kehendak untuk ikut serta membantu dan bahkan menata kembali Aceh yang sudah luluh lantak itu…?. Adakah di otaknya lahir ilmu pengetahuan baru tentang bagaimana caranya agar dampak tsunami dimasa-masa mendatang bisa dikurangi sekecil mungkiin…?. Ya…, dia akan buru-buru melihat apakah dadanya dan otaknya dipakai oleh Allah untuk menarok Kehendak-Nya dan Tahu-Nya untuk mengayam kembali peradaban rakyat Aceh yang lebih baik.

Allah adalah Sang Pemberi Rizki kepada siapapun juga. Dan cara Allah memberi rizki itu bukanlah dengan cara menjatuhkannya dari langit seperti turunnya air hujan, akan tetapi Dia akan “memakai” tangan-tangan siapa pun juga yang menyediakan tangannya dipakai oleh Allah untuk menyampaikan riski dari-Nya. Ya…, Allah akan memberi makan rakyat Aceh yang saat itu kelaparan melalui tangan-tangan umat manusia juga. Allah tidak milih-milih untuk memakai tangan siapa pun juga. Allah tidak hanya memilih tangan orang-orang yang beriman kepada-Nya, akan tetapi juga tangan-tangan orang-orang yang kafir kepada-Nya. Allah akan mengalirkan Kehendak-Nya untuk memberi makan rakyat Aceh itu kedalam dada siapa pun mau membuka DADANYA, dada yang luas.

Dan kita bisa melihat…!, bahwa ribuan bahkan jutaan dada segera dialiri kehendak untuk memberi bantuan untuk rakyat Aceh yang sedang menderita itu. Bantuan makanan dan sandang dari berbagai daerah di dalam negeri berdatangan menjambangi rakyat Aceh. Bahkan tangan-tangan dari berbagai penjuru dunia dan berbagai agama pun terjulur untuk menyampaikan rizki dari Allah buat masyarakat Aceh.
 
Akan tetapi pada saat yang sama juga ada jutaan dada yang diam tak bergeming saat memandang duka nestapa Aceh tersebut. Dada- dada itu tidak sedikit pun dialiri kehendak untuk mengalirkan bantuan. Yang namanya tidak dialiri kehendak, ya…, tidak ada dorong sedikit pun dari dalam dirinya sendiri untuk membantu rakyat Aceh yang memang sedang menderita. Dada-dada itu seperti dada yang telah mati, keras dan membatu. Dada itu telah berubah menjadi dada yang gelap gulita karena hilangnya cahaya Tuhan, Nurun ‘alan Nur, di dalamnya.

Taroklah sekarang, yang dengan tanpa proses berfikir sedikit pun, ada diantara kita yang dadanya dialiri oleh kehendak untuk membantu penderitaan rakyat Aceh itu. Kehendak itu seperti mendorong kita untuk, misalnya, mengirimkan segepok uang, atau sekantong makanan dan sekarung pakaian untuk mereka. Bahkan seperti berlomba-lomba, banyak pula diantara kita yang datang langsung kesana tak lama setelah bencana tsunami itu melanyau (menghancurkan) daratan tanah rencong tersebut.

NIAT…


Namun semua itu tadi kita lakukan atas dasar apa…?. NIATNYA APA ??, untuk istilah agamanya. Mari kita bedah dada kita ini barang sekejap, dimana hal ini bisa kita lakukan untuk kegiatan apapun juga.

Untuk saat ini, begitu sebuah bencana terjadi, informasi tentang itu akan mengalir deras masuk melalui mata dan telinga kita melalui berbagai cara, misalnya, tayangan TV, surat kabar, radio, telpon, dan sebagainya. Lalu amatilah dada kita. Ada nggak muncul sebuah dorongan dari dalam diri kita (dada) agar kita turut meringankan tangan untuk membantu orang-orang yang terkena bencana itu. Kalau ada, maka saat itu sebenarnya kita patut bersyukur, karena saat itu berarti Allah masih suka memakai DADA kita sebagai tempat DIA menarok Kehendak-Nya. Ya…, dada kita masih dipakai-Nya untuk sebagai Rumah-Nya tempat Dia Berkehendak. Kehendak untuk mengalirkan rezki dari-Nya kepada orang-orang yang sedang menderita.

Akan tetapi tatkala dada kita tidak sedikit pun dialiri kehendak untuk membantu orang-orang yang ditimpa bencana itu, maka saat itu sebenarnya kita tengah berada, atau lebih tepatnya ditarok Allah, dalam sebuah tragik hidup yang sangat menyedihkan. Bahwa saat itu pada hakekatnya Allah sedang tidak berkenan lagi untuk memakai dada kita ini sebagai Rumah-Nya untuk menarok Kehendak-Nya. Allah telah mencampakkan dada kita dari sisi-Nya. Kalau sudah begini, sudah seharusnya kita mulai merasa khawatir. Karena itulah sebuah isyarat yang menandakan bahwa dada kita ini mulai mengeras dan membatu. Dada kita tidak disinari lagi oleh Allah. MATI. Dan Al Qur’an mengisyaratkan bahwa kualitas diri kita saat itu sebenarnya lebih rendah dari seekor binatang.

Seekor anjing saja, terutama anjing yang sudah terlatih dengan baik untuk menolong orang, akan berjuang mati-matian untuk menyelamatkan seseorang yang, misalnya, sedang terjatuh ke sebuah kolam. Anjing tersebut seperti di dorong oleh sebuah kehendak yang sangat kuat untuk menolong orang yang tenggelam tersebut.

Sekarang taroklah Tuhan masih mau menempatkan Kehendak-Nya di dalam dada kita. Ada dorongan yang kuat muncul di dalam dada kita agar kita membantu korban bencana itu. Dan seketika itu juga kita akan lari ke dalam otak kita untuk mencari alasan (logika) untuk apa kita membantu orang. Ya, saat itu kita akan bisa tahu dengan persis dengan NIAT apa kita memenuhi dorongan Kehendak Tuhan itu.

Otak kita ini memang penuh berisi file rangkaian memori tentang berbagai ISTILAH berikut dengan suasana RUANGAN DADA yang terkait dengan istilah-istilah tersebut. Tentang NIAT, misalnya, di dalam otak kita paling tidak sudah ada memori tentang istilah RIA dengan berbagai variannya, dan istilah IKHLAS dengan berbagai turunannya pula. Akan tetapi tahunya kita tentang istilah ikhlas itu tidak dengan serta merta bisa membawa kita untuk bisa masuk keruangan dada yang ikhlas pula. Sebaliknya, tanpa perjuangan yang berarti kita malah dengan mudah bisa tercebur masuk ke dalam ruangan dada yang RIA. Aneh memang.

Setiap orang yang datang untuk membantu penduduk di wilayah bencana itu, akan TAHU dengan PASTI untuk niat apa dia kesana. Walaupun pekerjaannya sama, yaitu membantu orang, akan tetapi ruangan dadanya  tetap saja berbeda dari orang ke orang dengan sangat signifikan. Sangat pribadi sekali sifatnya. Hanya kita sendirilah yang tahu dengan jelas dengan niat apa kita membantu itu.

Ada diantara kita yang datang dengan ruangan dada yang saat itu penuh dengan suasana ruangan PERPOLITIKAN, maka kunjungan kita itupun akan penuh dengan logika-logika untung rugi politik pula. Bendera atau simbol-simbol politik yang kita usung akan berkibar menyertai kita. Tiba-tiba saja, dalam membantu korban bencana, kita sudah kecemplung kedalam wilayah dada dan otak yang penuh dengan logika untung rugi. Ada pula kita yang datang kesana dengan ruangan dada JAIM (Jaga Image). Tiba-tiba saja kita akan berada di wilayah yang penuh dengan logika untuk menjaga penampilan kita, agar kita dikenal orang, agar kita dihormati orang, dan sebagainya.

Ada memang diantara kita yang datang dengan mengusung nama Tuhan. Kita menyatakan bahwa kita kesana adalah atas nama Tuhan, terpanggil oleh misi dari Tuhan. Bagus memang. Akan tetapi saat kita menyebut nama apa yang kita sebut sebagai Tuhan itu, di ruangan dada dan otak kita masih penuh dengan berbagai wajah yang terpersepsikan. Masih ada rupa, masih ada warna, sehingga segala tindakan kita juga akan penuh dengan logika-logika yang muaranya adalah ke rupa-rupa dan warna itu. Misalnya, ada orang yang datang dengan dada dan otak penuh “wajah Yesus Kristus”, maka logika yang muncul ketika membantu itupun akan diwarnai oleh logika kekristusan. Padahal rakyat di tempat bencana itu ruangan dada dan otaknya tidak menerima logika kekristusan itu. Sehingga akhirnya, alih-alih dengan bantuan itu kita bisa memperbaiki suasana, malah yang muncul  kemudian adalah ketegangan dan penderitaan baru. 

Dengan cara yang sama, kita akan mengetahui dengan sangat tepat tentang dengan motivasi apa kita memberi bantuan ketempat bencana itu.  Bisa hanya karena malu, ikut-ikutan, dan tentu saja karena IKHLAS.

Gambar dibawah berikut adalah sebuah bahasa Tuhan yang sangat nyata dihadapan kita, lalu kehendak macam apa yang ditarok Allah kedalam dada kita saat ini. Lalu realitas  tindakan macam apa pula yang terwujud di dalam otak kita sehingga anggota tubuh kita tinggal mengikuti saja kehendak tersebut tanpa beban sedikitpun untuk, setidak tidaknya, kita lakukan di lingkungan sekitar kita …????. Dan saat kita melakukan semua yang realitas itu tadi, kita sedang menyandarkan kesadaran kita dengan utuh kepada SIAPA…?, yang dalam istilah agamanya adalah NIAT…!.





MENEMUKAN JAWABAN…


Demikianlah…, dengan memperhatikan dada kita, lingkungan kita, bahkan alam semesta tanpa batas, maka kita dengan serta merta artinya sudah membaca (Iqraa) Al Qur’an dengan nyata. Lalu ayat demi ayat Al Qur’an yang tertulis di mushaf  itu tinggal hanya menjadi pembenar saja atas apa-apa yang kita baca tersebut. Lalu biarkanlah ayat-ayat Al Qur’an itu berbicara kepada siapa pun dengan level pemikiran seperti apapun dan sesuai pula dengan zaman yang dilaluinya. Alif laam miim…

Selesai

Sunday 20 May 2012

Lowongan KERJA Gaji Tetap Banyak Bonus

Dibutuhkan  segera TENAGA LAPANGAN. di PT. BIOTIS agrindo untuk wilayah kerja
1. Gresik
2. Madiun
3. Nganjuk
4. Ngawi
5. Magetan
6. Malang
GAJI TETAP, SEWA KENDARAAN, JAMINAN KESEHATAN.
SYARAT:
- Max. usia 30 th
- Min. pendkkn SPMA/SMK pertanian
- Kendaraan sendiri
- Punya SIM C
Berminat silahkan hubungi 085859685300

Tuesday 1 May 2012

New releases disappoint as 'Think Like a Man' stays at No. 1


It was a tough week for new openers, as four wide release debuts failed to topple last week's box office champ -- or even crack the No. 2 spot.

The Judd Apatow-produced comedy "The Five-Year Engagement" pulled in just $3.5 million on Friday, placing it in third behind holdovers "Think Like a Man" ($5.5 million) and "The Lucky One" ($3.9 million). "Engagement" -- starring Jason Segel and directed by Nicholas Stoller -- should end up with around $10 million for the weekend, while "Man" will likely earn about $16 million. So far, that film's domestic gross is an impressive $48 million. 
Universal must be feeling disappointed by "Engagement's" performance. In 2008, the same team's "Forgetting Sarah Marshall" made $17.7 million opening weekend.

Meanwhile, "Hunger Games" came in at No. 4 on Friday, hunting down another $2.9 million. The domestic cume for that film is now at a staggering $364 million.

Other new titles were even less lucky, and are likely to shift around by the end of the weekend. The animated "Pirates! Band of Misfists" collected $2.7 million in booty, while Jason Staham's "Safe" and the John Cusack thriller "The Raven" were neck-and-neck with around $2.5 million each.

The family-friendly "Pirates!" could end up pulling further ahead over the rest of the weekend. With parents and kids seeing the film during the day Saturday and Sunday, "Pirates!" will probably end up with between $10 million and $12 million for the three-day.

Kompresi File Sampai Maksimal

Dengan pengaturan yang pas, 7-Zip bisa mengompres file dengan sangat baik. Apa saja yang harus diatur? Mari ikuti biar mengerti.
7-zip termasuk keluarga file archiver dengan tujuan membuat ukuran file lebih kecil dari aslinya agar lebih mudah didistribusikan. 7-Zip, secara gratis, bisa diperoleh dari situs web www.7-zip.org. Ketika sebuah arsip ingin dibuat dengan 7-Zip (mengklik kanan satu atau beberapa file, memilih [7-Zip] > [Add to Archive]), pengguna akan dihadapkan pada beberapa pilihan. Apa yang ia pilih berdampak pada hasil kompresi. Kalau salah pilih, kompresi tak akan maksimal.
Karena itu,  ada beberapa hal yang perlu diketahui agar dapat membuat arsip file dengan kompresi paling optimal. Artinya, ukuran file arsip yang dihasilkan dibuat sekecil mungkin atau istilah teknisnya adalah rasio kompresi yang tinggi.
7-zip yang digunakan pada artikel ini adalah 7-Zip 4.47 Beta.  Versi stabil yang dipakai secara umum adalah versi 4.42. Bedanya tipis. Pada 7-Zip 4.47 Beta ada pilihan baru yakni [Solid Block Size] dan [Number of CPU threads]. Pilihan [Solid Block Size] menggantikan pilihan [Create Solid Archive] yang ada di versi 4.42. Sedangkan [Number of CPU threads] menggantikan [Multi-threading].
Dengan mengaktfikan [Create Solid Archive] pada versi 2.42, kompresi yang dihasilkan lebih baik. Sedangkan di 4.47, cukup jangan memilih pilihan [Non-Solid] pada [Solid Block Size].
Untuk pilihan Number of CPU threads, menurut manual 7-zip, jika anda memilih 2 thread, kecepatan kompresi file akan meningkat, pilihan ini hanya untuk metode LZMA.
Proses pembuatan kompresi file dengan 7-Zip dimulai dengan memilih file, kemudian mengklik kanan file itu, memilih [7-Zip], dan mengklik [Add to archive]. Kemudian, muncullah kotak dialog milik 7-Zip.
Format Arsip
Pilihan pertama adalah Archive Format yang digunakan untuk menentukan format arsip yang dihasilkan. Pilihannya terdiri dari: 7z (format andalan 7-Zip), BZIP2, GZIP, Tar, dan ZIP. Format yang umum dipakai pada sistem operasi Windows adalah 7z dan ZIP. Karena ZIP sangat umum dan fleksibel (dikenali oleh hampir seluruh pembuat arsip), format ZIP-lah yang dipilih.
Tingkat Kompresi
Selanjutnya, tingkat kompresi ditentukan pada bagian Compression Level. Pilihan yang ada terdiri dari [Store], [Fast], sampai [Ultra]. Pilihan [Store] akan membuat arsip tidak dikompres, hanya dibungkus ke dalam 1 paket saja. Ukuran file hasil kompresi terkecil diperoleh dengan memilih [Ultra]. Namun, dengan memilih [Ultra], waktu yang diperlukan untuk memampatkan file menjadi lama. Jadi, kalau tidak terlampau terburu-buru, pilih saja [Ultra].
Pilihan selanjutnya adalah metode kompresi (Compression Method). Untuk format zip, pilihan metode kompresi terdiri dari [Deflate], [Deflate64], dan [Bzip2]. Dari ketiga pilihan yang ada, [Deflate64] memberikan hasil kompresi yang terbaik.
Deflate adalah metode yang standar digunakan pada format ZIP. Sedangkan metode Deflate64 adalah Deflate dengan ukuran dictionary 64KB. Kelemahan Deflate64 adalah kurangnya fleksibilitas. File yang dikompres dengan metode Deflate64 hanya bisa dibuka oleh program yang mendukung dekompresi Deflate64. Sebagai informasi, selain 7-Zip, Winrar juga mendukung Deflate64.
Kalau file hasil kompresi hendak didistribusikan secara luas, hindari format yang tidak standar. Umumnya format yang digunakan untuk distribusi di internet adalah format zip dengan metode Deflate.
Word Size
Menurut manual 7-Zip, word size digunakan untuk mencari rangkaian bytes yang identik untuk kompresi. Semakin besar word size, semakin baik rasio kompresinya. Untuk ZIP (Deflate64), pengaruhnya tak teralu besar.
Pilihan yang boleh dicoba adalah 192. Kenapa 192? Berdasarkan pengalaman, pilihan lebih besar dari 192 memberikan hasil ukuran kompresi bertambah beberapa byte.
Cara Tepat Kompres File Gado-Gado
Bagaimana cara yang tepat untuk mengompres sekumpulan file yang terdiri file biner dan file teks? Berikut ini adalah beberapa cara yang dapat digunakan.
1.    Cari kelompok file yang jumlahnya terbanyak. Biner atau teks yang paling banyak? Jika file biner lebih banyak daripada file teks, maka kompres dengan metode LZMA. Jika sebaliknya, maka gunakan metode PPMD. Contoh:  jika dalam satu folder ada 12 file - 2 file biner dan 10 file teks. Seandainya 12 file tersebut mempunyai ukuran rata-rata hampir sama, metode yang tepat adalah menggunakan PPMD. Tapi, jika ada perbedaan besar antara satu kelompok file dengan kelompok file lainnya, maka anda harus gunakan cara nomor 2.
2.    Inilah cara nomor 2. Lihat ukuran file-nya. Cari kelompok yang ukurannya terbesar - biner atau teks? Misalnya dalam satu folder ada 12 file - 2 file biner dan 10 file teks. Jika ukuran 2 file biner tersebut lebih besar daripada ukuran 10 file teks, maka metode yang harus digunakan adalah LZMA.
3.    Kalau pengetahuan soal mana file biner mana file teks terbatas, coba saja kedua metode - LZMA dan PPMD. Kemudian gunakan metode yang memberikan hasil kompresinya terkecil. Tapi, dengan cara ini, bersiap-siaplah untuk kerja 2 kali.

N.O.V.A. 3 Gameplay trailer released

Gameloft is back with another epic first person shooter game for mobile devices. If you were a fan of the first or second N.O.V.A. games you’ll surely be excited for the 3rd installment. Revealed last week with a teaser trailer today Gameloft has released their first actual gameplay video of N.O.V.A. 3 and I must admit — it looks pretty epic.

 This is as close as we’ll be getting to Crysis or Call of Duty on Android for a while to come if you ask me. The graphics look stunning and gameplay does too. The “Nano suit” does remind me a bit of Crysis 2, and that isn’t a bad thing. From the limited view we’ve seen so far this looks to be Gameloft’s best yet.

It looks like the new N.O.V.A. will be bringing us to the streets of NYC along with better graphics, faster gameplay, and some intense battles. I’m hoping for some slightly improved controls although this one is worth getting a wireless Logitech gamepad controller to play with. According to the video it will be available this month and we are hearing Gameloft will be showing it off next week in San Francisco. Stay tuned as this will probably be available within the next 2 weeks.

Short-run equilibrium of the industry


Given the market demand and the market supply the industry is in equilibrium at that price which clears the market, that is at the price at which the quantity demanded is equal to the quantity supplied. In figure 5.10 the industry is in equilibrium at price P, at which the quantity demanded and supplied is Q. however, this will be a short-run equilibrium, if at the prevailing price firm are making excess profits (Figure 5.11) or losses (figure 5.12). in the long run, firms that makes losses and cannot readjust their plant will close down. Those that make excess profits will expand their capacity, while excess profits will also attract new firms into the industry. Entry, exit and readjustment of the remaining firms in the industry will lead to along-run equilibrium in which firms will just be earning normal profits and there will be no entry or exit from the industry.
III. long-run equilibrium
  1. equilibrium of the firm in the long run
in the long-run firms are in equilibrium when they have adjusted their plant so as to produce at the minimum point of their long-run AC curve, which is tangent (as this point) to the demand curve defined by the market price. In the long-run of firms will be earning just normal profits. Which are included in the LAC. If they are making excess profits are making excess profits new firms will be attracted in the industry; this will be lead to a fall  in price (a down-ward shift in the individual demand curves) and an upward shift of the cost curves due to the increase of the prices of factors as the industry expands. These changes will continue until the LAC is tangent to the demand curve defined by the market price. If the fims make losses in the long run they will leave the industry, price will rise and costs may fall as the industry contracts, until the remaining firms in the industry cover their total costs inclusive of the normal rate of profit.
In figure 5.14 we show how firms adjust to their long-run equilibrium position. If the price is P,  the firm is making excess profits working with the plant whose cost is denoted by SAC1. it will therefore have an incentive to build new capacity and it will move along its LAC. At the same time new firms will be entering the industry attracted by the excess profits. As the quantity supplied in the market increases (by the increased production of expanding old firms and by the newly established ones) the supply curve in the market will shift to the right and price will fall until it reaches the level of P1. (in figure 5.13) at which the firms and the industry are in long-run equilibrium. The LAC in figure 5.14 is the final cost curve including any increase in the prices of factors that may have taken place as the industry expanded.
The condition for the long-run equilibrium of the firm is that the marginal cost be equal to the price and to the long-run average cost
LMC = LAC  = P
The firms adjust its plant size so as to produce that level output at which the LAC is the minimum possible, given the technology and the price of factors of condition. At equilibrium the short-run marginal cost is equal to the long-run marginal cost and the short-run average cost is equal to the long-run average cost. Thus, Given the above equilibrium condition, we have
SMC = LMC = LAC = P = MR
This implies that at the minimum point of the LAC the corresponding (short-run) plant is worked at its optimal capacity, so that the minima of the LAC and SAC coincide. On the other hand, the LMC cuts the LAC at its minimum point and the SMC cuts the SAC at its minimum point. Thus at the minimum point of the LC the above equality between short-run and long-run costs is satisfied.
  1. equilibrium of the industry in the long run
The industry is in long-run when a price is reached at which all firms are in equilibrium (producing at the minimum point of their LAC curve and making just normal profits). Under these conditions there is no further entry or exit of firms in the industry, given the technology and factor prices. The long-run equilibrium of the industry is shown in figure 5.15. at the market price, P , the firms produce at their minimum cost, earning just normal profits. The firm is in equilibrium because at the level of output X
LMC = SMC = P = MR
This equality ensures that the firm maximizes its profit.
At the price P  the industry is in equilibrium because profits are normal and all costs are covered so that there is no incentive for entry or exit. That the firms earn just normal profit (neither excess profits nor losses) is shown by the equality
LC = SAC = P
Which is observed at the minimum point of the LAC curve. With all firms in the industry being in equilibrium and with no entry or exit, the industry remain stable, and, given the market demand (DD in figure 5.15), the price P is a long-run equilibrium price.
Since the price in the market is unique, this implies that all firms in the industry have the same minimum long-run average cost. This, however, does not mean that all firms of the same size or have the same efficiency, despite the fact that their LAC is the same in equilibrium. The more efficient firms employ more productive factors of production and/or more able managers. These more efficient factors must be remunerated for their higher productivity, otherwise they will be bid off by the new entrants in the industry. In other words, as the price rises in the market the more efficient firms earn a rent which they must pay to their superior resources. Thus rents of more efficient factors become costs for the individual firm,  and hence the LAC of the more efficient firm shifts upwards as the market price rises, even if the factor prices for the industry as a whole remain constant as the industry expands. In this situation the LAC of the old, more efficient, firms must be redrawn so as to be tangent at the higher market price. The LMC of the old firms is not affected by the rents accruing to its more productive factors. (it will be shifted only if the prices of factors for the industry is general increase). Thus the more efficient firms will be in equilibrium, producing that output at which the redrawn LAC is at its minimum (at which point the Lac is cut by the initial the LMC given that factor prices remain constant). Under these conditions, with the superior, more productive resources properly costed at their opportunity cost, all firms have the same unit cost in their long-run equilibrium. This shown in figure 5.16. at the initial price P0. the second firm was not in the industry as it could not over its costs at that price. However, at the new price, P1. fim 3 enters the industry, making just normal profits. The established firm A earns rents which are imputed costs, so that its LAC shifts upwards and it reaches a new long-run equilibrium producing a higher level of output (X'A).

  1. The optimal resource allocation
In perfect competition of the market mechanism leads to an optimal allocation of resources. The optimality is shown by the following conditions which prevail in the long-run equilibrium of the industry :
a)      the output is produced at the minimum feasible cost
b)      consumers pay the minimum possible price whioch just covers the marginal cost of the product, that is, price = opportunity cost.
c)      Plants are used at full capacity in the long run, so that there is no waste the resources.
d)     Firms only earn normal profits.

In the long run these conditions prevail in all markets so that resources are optimally allocated in the economy as a whole. If we assume for simplicity that there are only two commodities (x and y) produced in the economy we may present the allocation of the given resources of the economy with the familiar production-possibility curve. The preferences of consumers in the economy may be shown by community indifference curves. Given the production-possibility curve and consumers preferences, perfect competition will lead to the optimal allocation of resources under the following conditions:
Firstly, if the consumers sovereignty, expressed by the price system (uncontrolled by any government intervention), reflects the correct ranking of preferences of the community.
Secondly, if there are no unexhausted economies of scale in any one industry.
Finally, if resources and technology are given; there is no growth in the economy and no technical progress.
If the above conditions are fulfilled, perfect competition leads to the optimal resource allocation defined by the point of tangency of the given production-possibility curve with the highest possible indifference curve. In figure 5.17 optimal of resources is reached at point e. the economy uses up all the available resources (point e lies on the production-possibility curve) and consumers attain the highest possible welfare, given the available factors of production. The optimal is allocations attained at the prices Px and Py at which the levels of output of the two commodities are Ox and Oy.

Global Warming Refuge Discovered Near At-Risk Pacific Island Nation of Kiribati


Scientists predict ocean temperatures will rise in the equatorial Pacific by the end of the century, wreaking havoc on coral reef ecosystems.
But a new study shows that climate change could cause ocean currents to operate in a way that mitigates warming near a handful of islands right on the equator.
Those islands include some of the 33 coral atolls that form the nation of Kiribati. This low-lying country is at risk from sea-level rise caused by global warming.
Surprisingly, these Pacific islands within two degrees north and south of the equator may become isolated climate change refuges for corals and fish.
"The finding that there may be refuges in the tropics where local circulation features buffer the trend of rising sea surface temperature has important implications for the survival of coral reef systems," said David Garrison, program director in the National Science Foundation's (NSF) Division of Ocean Sciences, which funded the research.
Here's how it could happen, according to the study by Woods Hole Oceanographic Institution (WHOI) scientists Kristopher Karnauskas and Anne Cohen, published today in the journal Nature Climate Change.
At the equator, trade winds push a surface current from east to west.
About 100 to 200 meters below, a swift countercurrent develops, flowing in the opposite direction.
This, the Equatorial Undercurrent (EUC), is cooler and rich in nutrients. When it hits an island, like a rock in a river, water is deflected upward on an island's western flank.
This upwelling process brings cooler water and nutrients to the sunlit surface, creating localized areas where tiny marine plants and corals flourish.
On color-enhanced satellite maps showing measurements of global ocean chlorophyll levels, these productive patches of ocean stand out as bright green or red spots--for example, around the Galapagos Islands in the Eastern Pacific.
But as you gaze west, chlorophyll levels fade like a comet tail, giving scientists little reason to look closely at scattered low-lying coral atolls in that direction.
These islands are easy to overlook because they are tiny, remote, and lie at the far left edge of standard global satellite maps that place continents in the center.
Karnauskas, a climate scientist, was working with coral scientist Cohen to explore how climate change would affect central equatorial Pacific reefs.
When he changed the map view on his screen in order to view the entire tropical Pacific at once, he saw that chlorophyll concentrations jumped up again exactly at the Gilbert Islands on the equator.
Satellite maps also showed cooler sea surface temperatures on the west sides of these islands, part of Kiribati.
"I've been studying the tropical Pacific Ocean for most of my career, and I had never noticed that," he said. "It jumped out at me immediately, and I thought, 'there's probably a story there.'"
So Karnauskas and Cohen began to investigate how the EUC would affect the equatorial islands' reef ecosystems, starting with global climate models that simulate effects in a warming world.
Global-scale climate models predict that ocean temperatures will rise nearly 3 degrees Celsius (5.4 degrees Fahrenheit) in the central tropical Pacific.
Warmer waters often cause corals to bleach, a process in which they lose the tiny symbiotic algae that live in them and provide vital nutrition.
Bleaching has been a major cause of coral mortality and loss of coral reef area during the last 30 years.
Even the best global models, with their planet-scale views and lower resolution, cannot predict conditions in areas as small as these small islands, Karnauskas said.
So the scientists combined global models with a fine-scale regional model to focus on much smaller areas around minuscule islands scattered along the equator.
To accommodate the trillions of calculations needed for such small-area resolution, they used the new high-performance computer cluster at WHOI called "Scylla."
"Global models predict significant temperature increases in the central tropical Pacific over the next few decades, but in truth conditions can be highly variable across and around a coral reef island," Cohen said.
"To predict what the coral reef will experience in global climate change, we have to use high-resolution models, not global models."
The model predicts that as air temperatures rise and equatorial trade winds weaken, the Pacific surface current will also weaken by 15 percent by the end of the century.
The then-weaker surface current will impose less friction and drag on the EUC, so this deeper current will strengthen by 14 percent.
"Our model suggests that the amount of upwelling will actually increase by about 50 percent around these islands and reduce the rate of warming waters around them by about 0.7 C (1.25 F) per century," Karnauskas said.
A handful of coral atolls on the equator, some as small as 4 square kilometers (1.54 square miles) in area, may not seem like much.
But Karnauskas' and Cohen's results say that waters on the western sides of the islands will warm more slowly than at islands 2 degrees, or 138 miles, north and south of the equator that are not in the path of the EUC.
That gives the Gilbert Islands a significant advantage over neighboring reef systems.
"While the mitigating effect of a strengthened Equatorial Undercurrent will not spare corals the perhaps-inevitable warming expected for this region, the warming rate will be slower around these equatorial islands," Karnauskas said.
"This may allow corals and their symbiotic algae a better chance to adapt and survive."
If the model holds true, even if neighboring reefs are hard-hit, equatorial island coral reefs may survive to produce larvae of corals and other reef species.
Like a seed bank for the future, they might be a source of new corals and other species that could re-colonize damaged reefs.
"The globe is warming, but there are things going on underfoot that will slow that warming for certain parts of certain coral reef islands," said Cohen.
"These little islands in the middle of the ocean can counteract global trends and have a big effect on their own future," Karnauskas said, "which I think is a beautiful concept."

This article from www.sciencedaily.com

The New Easy to Use BlackBerry Curve 9220 Smartphone in Indonesia launched by RIM

Jakarta, Indonesia - Research In Motion (RIM) (NASDAQ: RIMM; TSX: RIM) today announced the launch of its most affordable BlackBerry 7 smartphone for customers in Indonesia – the BlackBerry® Curve™ 9220. Designed to be both easy to use and easy to own, this compact and sleek smartphone provides many features and apps that help users to ‘stop missing out’ and stay connected to the people and information that matter most throughout the day.
Hastings Singh, Managing Director, South Asia at RIM, said: “The new BlackBerry Curve 9220 is a great upgrade for current feature-phone users, providing an amazing mobile experience with all the unique social networking benefits that the BlackBerry solution has to offer. The new BlackBerry Curve 9220 even integrates a dedicated BBM key, a new feature that many customers in Indonesia have asked for.”
Singh added: “The BlackBerry Curve 9220 offers Indonesians unmatched messaging and social connectivity features at an affordable price.”
The new BlackBerry Curve 9220 smartphone also offers the longest lasting battery life yet in a BlackBerry Curve model, allowing users to make the most of their day.
  
The dedicated BBM™ key on the BlackBerry Curve 9220 brings the power of RIM’s popular mobile social network up in an instant. The Facebook® for BlackBerry and Twitter® for BlackBerry apps are included, as well as Social Feeds, which allows users to post updates to multiple social applications simultaneously and capture updates from news sources (RSS), social apps and instant messaging apps all in one consolidated view.
Wtih BlackBerry® 7.1 OS, the BlackBerry Curve 9220 supports the full complement of BlackBerry services, and the smartphone's built-in Wi-Fi® can provide smooth and fast Internet browsing without incurring mobile data usage costs. It also includes a built-in FM radio, allowing users to tune into their favorite local stations, and listening to the FM radio does not require a data plan or use data services.
The user experience with this compact and sleek smartphone is further enhanced with a long lasting battery, giving users up to 7 hours of talk time or up to 28 hours of music playback or FM radio listening on headphones.
Beginning tomorrow (Wednesday, April 25, 2012), the BlackBerry Curve 9220 smartphone will be available for Rp. 1,999,000 from authorized partners PT. Teletama Artha Mandiri, PT. Selular Media Infotama and PT. Comtech Cellular.
For more information, please visit: http://id.blackberry.com/Curve or www.facebook.com/BlackBerryID

P’9981 Smartphone Launched in Hong Kong

Stuttgart, Germany and Hong Kong - Porsche Design and Research In Motion (NASDAQ: RIMM; TSX: RIM) today announced the elite new Porsche Design P’9981 smartphone from BlackBerry® is expected to be available in Hong Kong at the end of April.
Instantly identifiable as a Porsche Design product, the exclusive material choices for this unique smartphone include a forged stainless steel frame, hand-wrapped leather back cover, sculpted QWERTY keyboard, and crystal clear touch display. The customized Porsche Design P’9981 comes with an exclusive Porsche Design UI and a bespoke Wikitude World Browser augmented reality app experience. The smartphone also includes a premium, exclusive PIN that easily identifies the user as holder of a Porsche Design P’9981 smartphone from BlackBerry.
Tailor-made for Hong Kong customers, the new Porsche Design P’9981 is available in Hong Kong with a localized 5-stroke keyboard as well as both traditional and simplified Chinese UI and input methods.  Local premium after-sales service will also be offered to customers who purchase the smartphone through authorized retailers in Hong Kong.
“The brand new P’9981 smartphone is a milestone product for Porsche Design,” said Dr. Juergen Gessler, CEO Porsche Design Group. “It is a representation of the iconic Porsche Design styling philosophy and RIM’s customer-driven focus, which combine to deliver engineered luxury and performance in a smartphone for the discerning consumer.”
“With the Porsche Design P’9981 smartphone from BlackBerry, we are delivering a perfect collaboration between style and function,” said Urpo Karjalainen, Senior Vice President for Asia Pacific at Research In Motion. “We’re pleased to bring this exceptional, modern smartphone to Hong Kong with the needs of local customers in mind, offering the localized input capability as well as premium after-sales support.”

Powerful hardware and software
The Porsche Design P’9981 is built on a performance driven platform that features a 1.2 GHz processor and Liquid Graphics™ technology, which enables a highly responsive touch experience with incredibly fast and smooth graphics. It also features HD video recording, 24-bit high resolution graphics, advanced sensors enabling new augmented reality applications, and built-in support for NFC (Near Field Communications). It comes with 8 GB of on-board memory, expandable to up to 40 GB with a microSD card.
The new Porsche Design P’9981 also comes with the latest BlackBerry OS (operating system) that delivers a highly refined and integrated suite of phone, email, messaging and social apps. It includes a next generation BlackBerry® browser, which provides a fast, fluid web browsing experience that is among the best in the industry, and comes with a number of pre-loaded apps that keep users connected and productive throughout the day.
 
The Porsche Design P’9981 smartphone from BlackBerry will be available at Porsche Design stores as well as authorized retailers in Hong Kong.
For more information please visit http://hk.blackberry.com/p9981.

About Porsche Design
Porsche Design is a luxury brand with a special focus on products that are technically inspired. The brand Porsche Design was founded in 1972 by Professor Ferdinand Alexander Porsche. The products are the embodiment of functionality, timelessness and purist design. They impress by the technical innovations they incorporate. The product portfolio includes watches, sunglasses, luggage, electronic products, a line of fragrances for men as well as a sport and fashion collection. All products of the brand are designed at the Porsche Design Studio in Zell am See, Austria, and are sold worldwide in the brand’s own stores, in franchise stores, shop-in-shops, quality department stores and exclusive retailers.