This is default featured slide 1 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 2 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 3 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 4 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 5 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

Tuesday 22 May 2012

Cinta dalam pandangan Sufi

  1. Cinta menganggap sedikit pemberian yang ia keluarkan dan menganggap banyak pemberian kekasih walaupun sedikit. ( Abu Yazid Al Bustami).
  2. Cinta itu merangkul ketaaat dan menentang kedurhakaan.(Sahal bin Abdullah).
  3. Cinta adalah masuknya sifat –sifat kekasih pada sifat-sifat yang mencintainya.
    Maksudnya orang yang mencintai selalu memuji-muji yang dicintainya, sehinga orang yang mencintai tenggelam dalam ingatan sifat-sifat yang dicintainya dan melupakan segala sifat-sifat dirinya sendiri dan persaaqnnya pada sifat- sifat yang dimilikinya. ( Al Junaid).
  4. Cinta adalah kesetiaan ( Abu Ali Ahmad Ar Rudzabari).
  5. Hakekat cinta ialah jika kamu memberi , maka kamu memberikan semua yang kamu miliki kepada orang yang kamu cintai, tanpa tersisa satu sedikitpun untukmu. (Abu Abdullah Al Qusyairi).
  6. Disebut cinta karena cinta menghapus hati dari ingatan selain yang dicintainya. ( Dalf Asy Syibli).
  7. Cinta selalu menegur kelengahan dirinya ( Ahmad bi Atha).
  8. Cinta itu kesenangan, sedang letak hakekatanya terletak pada ketenangannya. (Abu Ali ad Daqaq).
  9. Cinta, jika kamu cemburu pada seorang kekasih, maka orang sepertimu adalah mencintainya. (Dalf  Asy Syibli).
  10. Cinta itu adalah dahan-dahan yang ditancapkan dalam hati sehingga hati akan berbuah sesuai dengan kemampuan akal. ( Ahmad bin Atha).
  11. Cinta bisa menyuntik darah dan menumpahkannya. ( An Nashr Abadzi).
  12. Hakekat cinta tidak bisa berkurang karena kurangnya pemberian pemberian dan tidak bisa bertambah karena kebaikan yang diberikan kepadanya. (Yahya bin Muadz).
  13. Tidak benar orang yang mengaku telah mencintai Allah, tapi ia tidak menjaga batas-batas hukum Allah. (Yahya bin Muadz).
  14. Jika cinta itu benar maka hilanglah rasa ketersinggungan (karena kurang sopan). (Al Junaid ).
  15. Cinta harus lebih mengutamakan yang dicintai.(Muhammad bin Ali al Kattani).
  16. Hakekat cinta itu terwujud jika seorang hamba mampu melupakan bagiannya dari Allah dan melupakan kebutuhan-kebutuhannya kepada Allah. (Abu Ya’kub as Susi).
  17. Cinta itu menjauhi kesenangan dalam setiap keadaan. (An Nashr Abadzi).
  18. Cinta itu berlebihan dalam kecenderungan tanpa berharap mendapatkan sesuatu (al Junaid)
  19. Cinta itu suatu fitnah (ketidaktenangan) dalam hati sanubari. (al Junaid).
  20. Cinta itu berawal dari tipuan dan berakhir dengan kematian. (Abu Ali Ad Daqaq).

Bisikan Allah, Bisikan Malaikat, Bisikan Nafsu, Bisikan Syetan

 Imam Al-Ghazali
Tulisan Hujjatul Islam Imam Al-Ghazaly dari kitab Roudlotut Tholibin wa-‘Umdatus Salikin, ini kami turunkan karena banyaknya pertanyaan dari pembaca soal cara membedakan bisikan-bisikan dari dalam hati, apakah dari Allah, nafsu atau syetan. Red.)

Kajian ini seputar bisikan-bisikan hati (khawathir) dengan segala bentuknya, upaya memerangi, mengalahkan dan unggul dalam menghalau perbuatan syetan yang jahat.
Juga bab ini tentang berlindung kepada Allah dari syetan dengan tiga cara:
Pertama, anda harus mengetahui godaan, rekayasa dan tipuan syetan.
Kedua, hendaknya anda tidak menanggapi ajakannya, sehingga qalbu anda tidak bergantung dengan ajakan itu.

Ketiga, langgengkan dzikrullah dalam qalbu dan lisan anda.
Sebab dzikrullah bagi syetan seperti penyakit yang menyerang manusia.
Untuk mengetahui rekayasa godaan syetan, akan tampak pada bisikan-bisikan (khawathir) dan berbagai macam caranya. Mengenai pengetahuan tentang berbagai macam bisikan hati, patut anda ketahui, bahwa bisikan-bisikan itu adalah pengaruh yang muncul di dalam qalbu hamba yang menjadi pendorong untuk melakukan atau tidak melakukan sesuatu, proses yang sepenuhnya terjadi di dalam qalbu ini berasal dari Allah - yang menjadi Pencipta segala sesuatu.
Dalam kaitan ini, bisikan hati ada empat macam:
  1. Suatu bisikan yang datang dari Allah swt. dalam qalbu hamba adalah sebagai bisikan awal, sehingga Dia disebut dengan Nama al-Khathir (Sang Pembisik).
  2. Bisikan yang relevan dengan watak alam manusia, yang disebutan-nafs (jiwa).
  3. Bisikan yang terdorong oleh ajakan syetan, yang disebut waswas (perasaan ragu-ragu).
  4. Bisikan yang juga datang dari Allah yang disebut al-Ilham.
Al-Khathir adalah bisikan yang datang dari Allah swt. sebagai bisikan awal, terkadang berdimensi kebaikan, kemuliaan dan pemantapan dalam berhujjah. Kadang-kadang berdimensi negatif dan sebagai ujian.
Al-Khathir yang datang dari pemberi Ilham tidak akan terjadi, kecuali mengandung kebajikan, karena Dia adalah Yang Memberi nasihat dan bimbingan. Sedangkan al-Khathir yang datang dari syetan, tidak datang kecuali mengandung elemen kejahatan.

Bisikan ini terkadang sepintas mengandung kebajikan, tetapi dibalik itu ada makar dan istidraj (covernya nikmat, dalamnya siksa bencana).
Sementara bisikan yang tumbuh dari hawa nafsu tidak luput dari elemen kejahatannya. Terkadang juga ada elemen baik tidak sekadar untuk pencapaian kenikmatan saja.

Ada tiga persoalan yang harus anda ketahui di sini:
Pertama-tama, beberapa ulama berkata bahwa jika anda ingin mengenal dan mengetahui perbedaan antara bisikan kebaikan dan bisikan kejahatan, maka pertimbangkan dengan tiga ukuran nilai (mawazin), yang dapat mendeteksinya:
  1. Apabila bisikan itu relevan dengan syariat, berarti baik. Jika sebaliknya - baik karena rukhshah atau syubhat, maka tergolong bisikan jahat.
  2. Manakala dengan mizan(ukuran nilai) itu tidak diperoleh kejelasan perbedaan masing-masing, sebaiknya anda konfirmasikan dengan teladan orang-orang saleh. Jika sesuai dengan teladan mereka, maka ikutilah, jika tidak ada kebaikan, berarti hanya suatu keburukan.
  3. Apabila dengan ukuran nilai (miizan) demikian anda masih belum menemukan kejelasan, konfrontasikan dengan motivasi yang terdapat pada nafs (ego) dan hawa (kesenangan). Jika ukuran nilainya merujuk sekadar pada kecenderungan nafs (ego)  yakni kecenderungan naluriah dan bukan untuk mencari harapan (raja’) dari Allah, tentu saja termasuk keburukan.
Kedua, apabila anda ingin membedakan antara bisikan kejahatan yang bermula dari sisi syetan, atau dari sisi nafs (ego) ataukah bisikan itu dari sisi Allah swt., perlu anda perhatikan tiga hal ini:
  1. Jika anda menemui bisikan yang kokoh, permanen, sekaligus konsisten pada satu hal, maka bisikan itu datang dari Allah swt., atau dari nafs (jika menjauhkan diri dari Allah). Namun jika bisikan itu menciptakan keraguan dan mengganjal dalam hati , maka itu muncul dari syetan.
  2. Apabila bisikan itu anda jumpai setelah anda melakukan dosa, berarti itu datang dari Allah sebagai bentuk sanksi dari-Nya kepada anda. Jika bukan muncul dari akibat dosa, bisikan itu datang dari diri anda, yang berarti dari syetan.
  3. Jika anda temui bisikan itu tidak melemahkan atau tidak mengurangi dari dzikir kepada Allah swt., tetapi bisikan itu tidak pernah berhenti, berarti dari hawa nafsu. Sebaliknya, jika melemahkan dzikir berarti dari syetan.
Ketiga, apabila anda ingin membedakan apakah bisikan kebaikan itu datang dari Allah swt. atau dari malaikat, maka perlu diperhatikan tiga hal pula:
  1. Manakala melintas sekejap saja, maka datang dari Allah swt. Namun jika berulang-ulang, berarti datang dari malaikat, karena kedudukannya sebagai penasihat manusia.
  2. Manakala bisikan itu muncul setelah usaha yang sungguh-sungguh dan ibadah yang anda lakukan, berarti datang dari Allah swt. Jika bukan demikian,bisikan itu datang dari malaikat.
  3. Apabila bisikan itu berkenaan dengan masalah dasar dan amal batin, bisikan itu datang dari Allah swt. Tetapi jika berkaitan dengan masalah furu` dan amal-amal lahiriah, sebagian besarnya dari malaikat. Sebab, menurut mayoritas ahli tasawuf malaikat tidak memiliki kemampuan untuk mengenal batin hamba Allah.

Sementara itu, bisikan untuk suatu kebaikan yang datang dari syetan, merupakan istidraj menuju amal kejahatan yang lantas menjadi berlipat-lipat, maka anda perlu memperhatikan dengan cermat:
Lihatlah, apabila dalam diri anda, pada salah satu perbuatan jika berasal dari bisikan di dalam hati anda dengan penuh kegairahan tanpa disertai rasa takut, dengan ketergesa-gesaan bukan dengan waspada dengan tanpa perasaan aman, ketakutan pada Allah, dengan bersikap buta terhadap dampak akhirnya, bukan dengan mata batin, ketahuilah bahwa bisikan itu berasal dari syetan. Maka jauhilah, Bisikan seperti itu, harus anda jauhi.

Sebaliknya jika bisikan itu muncul bukan seperti bisikan-bisikan di atas, berarti : datang dari Allah swt., atau dari malaikat.
Saya katakan, bahwa semangat yang membara dapat mendorong manusia untuk segera melakukan aktivitas, tanpa adanya pertimbangan dari mata hatinya, tanpa mengingat pahala bisa menjadi faktor yang membangkitkan kondisi itu semua.
Sedangkan cara hati-hati adalah cara-cara yang terpuji dalam beberapa segi.

Khauf,  lebih cenderung seseorang untuk berusaha menyempurnakan dan mempraktekkan suatu perbuatan yang benar dan bisa diterima Allah atas amal perbuatan itu.

Adapun perspektif hasil akhir suatu amal, hendaknya anda membuka mata hati dengan cermat  dalam diri anda ada keyakinan bahwa amal tersebut adalah amalan yang lurus dan baik, atau adanya pandangan mengharapkan pahala di akhirat kelak. Ketiga kategori di atas harus anda ketahui dan sekaligus anda jaga. Sebab, semuanya mengandung ilmu-ilmu yang rumit sehingga sulit didapatkan dan rahasia-rahasia yang mulia. Wabillahi at-Tawfiq, wa Huwa’ Waliyyul-Hidayah.

ALIF LAAM MIIM


Di dalam beberapa surat Al Qur’an, pada permulaan suratnya ada yang dimulai dengan rangkaian huruf-huruf yang kalau dibaca nyaris tidak ada maknanya yang jelas sama sekali, misalnya :

‘alif laam miim,
alif lam raa,
alif laam miim shaad,
haa miim, alif laam miim raa,
kaaf haa yaa ‘aiin shaad,
thaa ha, thaa siin miim,
thaa siin, yaa siin,
 shaad,
‘aiin siin qaaf, qaaf, nuun,

dan sebagainya, terutama di awal surat-surat panjang di hampir tiga perempat bagian Al Qur’an.

Nah sikap umat Islam dalam memahami rangkaian huruf-huruf itu sangatlah beragam. Ada yang memaknainya dengan: “Hanya Allah sajalah yang tahu maknanya dengan pasti”. Ada pula yang mencoba menafsirkannya dengan cara menggatuk-gatukkannya dengan sebuah pemahaman yang dianggap sangat rahasia, sehingga hanya orang-orang tertentu sajalah yang berhak untuk mengetahuinya. Ya boleh-boleh saja sebenarnya untuk itu.

Tapi kali ini saya ingin memberikan sebuah wacana alternatif tentang makna dari huruf-huruf tersebut dengan cara yang sangat sederhana. Mari kita lihat…!

Dalam memahami Al Qur’an, bagi kita umat Islam yang tidak berbahasa arab, paling tidak ada dua cara yang bisa kita pakai.

Cara Pertama, adalah dengan kita membaca terjemahannya maupun tafsiran-tafsirannya yang telah dibuat oleh ulama-ulama terdahulu. Kita akan merasa bangga saat kita punya segudang buku-buku tafsir dari ulama-ulama terkenal, apalagi kalau ulama itu berasal dari Timur Tengah. Hati kita berbunga-bunga dengan buku-buku tafsir tersebut, seakan-akan dengan buku itu kita akan bisa menjadi paham dengan Al Qur’an dan ahli tentang berbagai ayat-ayatnya.

Dengan pemahaman cara pertama ini, biasanya kita hanya terangguk-angguk saja menyerap apa-apa yang kita baca. Mengerti tidak mengerti, ada atau tidaknya realitas ayat tersebut yang kita rasakan, kita tidak terlalu ambil pusing. Apa-apa yang kita baca sebagai terjemahan dan tafsiran dari ayat Al Qur’an itu kita hafal dan masukkan ke dalam otak kita sebagai sebuah nilai kebenaran. Kita tidak diperkenankan untuk ragu-ragu sedikitpun tentang benar atau tidaknya apa-apa yang dikatakan oleh ayat-ayat Al Qur’an ataupun tafsirnya, apalagi kalau tafsir itu adalah karya ulama yang dianggap sangat terkenal pada zaman lalu. Pokoknya apa-apa yang kita baca didalam Al Qur’an dan tafsirnya itu kita anggap adalah benar dan tidak perlu dipertanyakan lagi. TITIK.

Makanya kira terheran-heran saja saat kita ingin memahami ayat-ayat tentang SUASANA, HAL, atau KEADAAN tentang orang yang beriman, seperti adanya dada yang bergetar saat dibacakan ayat-ayat Allah, atau adanya tangis dan menyungkur saking dahsyatnya pengaruh pengucapan nama Allah, ataupun adanya tuntunan demi tuntunan Tuhan dalam keseharian kita. Kita kesulitan untuk memahaminya, sehingga kita mulai bertanya-tanya tentang muatan kebenaran yang dibawa oleh ayat tersebut. “Benar nggak sih ayat ini…?”, kata kita sedikit bertanya-tanya dengan wajah yang malu-malu. Terlebih lagi saat kita tidak dapat mendapatkan atau merasakan realitas dari ayat-ayat yang kita baca tersebut.  Sehingga akhirnya ayat Al Qur’an tersebut berubah menjadi sebuah ayat dogmatis yang harus kita terima, enak ataupun tidak enak terpaksa kita telan.

Cara kedua adalah dengan membaca bahasa Tuhan, berupa QALAM, yang dengan bahasa itulah Tuhan mengajari umat manusia terhadap apa-apa yang tidak diketahuinya. Pada artikel “Lautan Kira-Kira” dan artikel “Membaca Qalam Menuai Paham”, saya sudah mengupas sedikit tentang bahasa Qalam ini. Silahkan dilihat kembali. Nah…, dengan cara kedua inilah sebenarnya kita diminta oleh Allah dalam membaca Al Qur’an.

Untuk kali ini, kita akan melihat bentuk bahasa Qalam ini dalam kehidupan kita sehari-hari. Bagaimana cara Al Qur’an mengajak kita untuk membacanya. Langkah pertama seperti apa yang harus kita jalani untuk bisa melahap bahasa Qalam itu dengan sempurna.

Cobalah perhatikan…, diawal surat Al Baqarah, Allah mengawali surat tersebut dengan kalimat “Alif laam miim”. Sebuah untaian kata yang tidak punya arti apa-apa. Akan tetapi ternyata kata-kata tersebut mempunyai makna yag sangat fundamental ketika kita ingin membaca pengajaran Tuhan kepada kita saat ini.

Artinya untuk bisa memahami Al Qur’an, kita tidak diminta oleh Allah untuk membawa ilmu kita. Kita tidak diminta oleh Allah untuk membawa tafsiran-tafsiran yang telah kita punyai dan hafal selama ini. Kita cukup menjadikannya sebagai landasan berpijak kita saja, untuk kemudian kita melangkah ke anak tangga pemahaman berikutnya.  Karena kalau kita masih membawanya, dan kita masih bertahan di anak tangga pertama saja, padahal ketika itu kita sedang dibukakan kesempatan oleh Allah untuk memahami realitas bahasa Al Qur’an dikekinian waktu, maka kita akan TERTUTUP dari pemahaman baru tersebut. Sehingga pemahaman yang akan kita dapatkan tetaplah sebegitu-begitunya saja, nyaris tidak akan pernah berkembang dan beranjak dari pemahaman sejak dari dahulu kala. Sama saja dari zaman ke zaman. Seakan-akan Allah telah berhenti untuk memberikan pemahaman baru kepada kita. Seiring dengan telah dibukukannya Al Qur’an, kita juga mengira bahwa Allah hanya berkata-kata sebatas apa-apa yang ditulis di dalam Al Qur’an itu saja.

Kita mengira bahwa tafsiran dan pemahaman kita terhadap Al Qur’an itu juga telah berhenti di hadits-hadits Rasulullah, berhenti ditangan sahabat-sahabat Beliau dan dilidah para tabi’in, tabit tabi’in. Hanya sebegitu-begitunya sajalah Bahasa Tuhan yang boleh kita tangkap. Tidak lebih tidak kurang. Makanya setiap ada buku-buku yang katanya adalah buku baru, yang ditulis saat ini oleh seorang ulama yang terkenal pula, maka isinya tidak akan lebih dari pengulangan-pengulangan atas pemahaman yang telah ada di zaman-zaman yang lampau. Kalaulah hal ini hanya untuk masalah-masalah ibadah saja, ya tidak masalah dan memang haruslah seperti itu. Akan tetapi untuk masalah-masalah yang berkenaan dengan seluk beluk jiwa dan perilaku manusia serta serba-serbi  ilmu pengetahuan (segala macam ilmu pengetahuan), kita juga maunya mengekor kepada bahasa-bahasa tertulis zaman lalu itu. Akibatnya kita sangatlah terseok-seok di dua bidang ini.

Di sekolah-sekolah yang katanya mengajarkan agama kepada murid-muridnya, maka ilmu yang dibahas selalu saja ilmu yang berkenaan dengan tafsiran-tafsiran kehidupan berdasarkan kitab-kitab kuno tersebut. Dan muatan dari ilmu itu juga lebih mengarah pada satu sisi kehidupan saja, yaitu sisi kehidupan akhirat. Seakan-akan kita memang telah dengan sengaja memisahkan kehidupan akhirat itu dengan kehidupan kita di dunia saat ini. Sementara dalam do’a-do’a…, kita selalu mengharapkan adanya kehidupan yang baik di dunia dan kehidupan yang baik di akhirat. Tapi kita telah membunuh kebahagiaan di dunia itu dengan sengaja. Kita telah menutup telinga, mata, otak, dan dada kita terhadap bahasa Tuhan tentang kehidupan dunia ini.

Padahal pengajaran Allah, bahasa dan kata-kata Allah akan selalu mengalir disetiap waktu dan dengan kualitas yang terkini pula, melalui tabir-tabirnya yang sungguh tak terhingga banyaknya. Ya…, Bahasa Allah tidak akan pernah berhenti mengalir, tidak akan pernah kuno dan ketinggalan zaman sampai kapanpun. Bahasa Allah adalah sebuah bahasa UP TO DATE yang selalu berganti baru disetiap detik yang berdenting.

Dan luarbiasanya lagi. Allah akan tetap mengalirkan Bahasa dan Omongan-Nya itu kepada siapa pun yang mau mendengarkannya dan dimanapun tempatnya. Allah tidak peduli apakah bahasa-Nya yang berada di tetumbuhan dan di alam semesta akan dimengerti oleh orang-orang yang beriman kepada-Nya atau tidak. Allah tidak milih-milih dalam menempatkan Bahasa dan Omongan-Nya itu, tidak harus hanya di Arab, tidak harus hanya di Indonesia, tidak harus hanya di negara-negara Islam. Tidak. Bahasa Allah akan mengalir di tabir-tabir-Nya diseluruh pelosok permukaan bumi yang ditujukan-Nya bagi orang-orang yang mau membacanya, IQRAA…!.

Dan yang akan membedakan berhasil atau tidaknya kita dalam membaca bahasa Tuhan itu hanyalah dengan melihat masalah manfaatnya saja nantinya. Kalau orang yang beriman kepada Allah yang membacanya, maka hasilnya pastilah bermanfaat untuk kemakmuran bagi seluruh umat manusia, dan akan menambah keimanan sang pembacanya kepada Allah. Akan tetapi kalau yang berhasil membacanya adalah orang yang TIDAK beriman kepada Allah, maka hasilnya lebih banyak mengarah kepada kemudharatan dan kesengsaraan umat manusia lainnya. Dan sang pembaca Qalam Tuhan yang tidak didasari oleh iman kepada Allah itupun tidak akan mampu pula untuk meningkatkan keimanan-Nya ke arah yang tepat, yaitu Allah.

Sederhana sekali sebenarnya…, bahwa ketika kita membaca ayat-ayat Al Qur’an, maka sebenarnya saat itu kita tinggal membenarkan saja ayat-ayat yang sedang kita baca itu. Sebab sebelum kita membaca ayat itu, atau saat membacanya, ataupun setelah membacanya, kita diberikan kepahaman oleh Allah tentang realitas dari ayat-ayat tersebut. Dan luar biasanya lagi, realitas dan kepahaman kita terhadap satu ayat yang sama, akan sangat berbeda dari waktu ke waktu. Allah seperti menuangkan terus pemahaman-pemahaman dan bukti-bukti baru yang berbeda dengan yang kita dapatkan sebelumnya, walaupun yang kita baca ayat Al Qur’annya adalah ayat yang itu-itu juga. Ayat yang sama tapi dengan pemahaman di kekinian waktu. 

Demikianlah cara Allah menyusupkan, mengilhamkan, mewahyukan, pemahaman kepada kita disetiap saat. Seperti juga cara Allah mewahyukan pemahaman kepada lebah, kepada semut, kepada bumi, kepada matahari atas tugas-tugas yang harus mereka kerjakan. Jadi wahyu Tuhan itu tidak akan pernah berhenti diturunkan kepada seluruh makhluk-Nya sampai kapan pun. Karena Allah memang berbicara melalui bahasa wahyu, yang bukan berupa kata-kata, huruf-huruf, kalimat-kalimat, yang tidak sama dengan bahasa manusia yang kita lakukan.

Nah…, setiap kita mau mengawali membaca ayat-ayat al Qur’an, kita seperti diingatkan oleh Allah untuk segera menanggalkan pemahaman dan tafsir-tafsir yang telah kita ketahui sebelumnya. Alif laam miim. Copot semua dulu, nafikan semua file-file yang ada diotak kita tentang ayat-ayat yang akan kita baca itu terlebih dahulu. Lalu lihatlah Yang Ada, Laa ilaha illla Allah. Lalu siapkanlah mata, telinga, dan dada kita untuk menerima curahan dan aliran pengertian dari Tuhan, dan siapkan pula otak kita untuk merekamnya di setiap saat. Lalu amatilah lingkungan kita, amatilah di sekitar kita, kepahaman apa yang bisa kita dapatkan dari sana, dan lalu kita lihat ayat Al Qur’an yang bercerita tentang apa-apa yang harus kita lakukan terhadap lingkungan kita itu. Dan kita tinggal menjalankan saja anjuran yang diperintahkan oleh Al Qur’an. Dan seketika itu juga kita akan menjadi seorang penyaksi atas kebenaran dari ayat-ayat Al Qur’an yang kita baca.

Contohnya…

Saat bencana terjadi, banjir atau tsunami misalnya, Allah sebenarnya saat tengah menarok bahasa-Nya melalui tabir-tabir-Nya, yaitu pada alam itu sendiri yang sedang diluluhlantakkankan oleh sebuah kekuatan yang Maha Raksasa, dan pada diri-diri ribuan manusia yang sedang menderita duka nestapa sebagai objek yang menanggung akibatnya.

Mari kita lihat bagaimana bahasa Allah kepada kita saat terjadinya bencana tsunami di Aceh di akhir tahun 2004 yang lalu. Di saat umat manusia di Aceh dan sekitarnya tengah terlena dengan kehidupan sehari-hari mereka, Allah tiba-tiba memperlihatkan kekuasaannya. BUUMMM…, sebuah gempa dahsyat datang mengguncang wilayah lautan Aceh.

Bagi orang yang tidak sadar, maka gempa itu akan dianggapnya hanya sebagai sebuah gejala alam biasa saja. Apalagi dengan teknologi yang ada, gempa itu sudah bisa diramalkan kedatangannya sebelumnya, maka orang akan menganggapnya sebagai peristiwa alamiah yang memang sudah sewajarnya saja terjadi. Sehingga banyak diantara kita, terutama yang tidak merasakan dampak  langsung dari tsunami itu, akan bersikap biasa-biasa saja. Kita tidak care, dan kita tidak sediki tpun berhasil meningkatkan kesadaran kita kepada Allah. Akibatnya kita juga akan tidak bisa meningkatkan kesadaran kita terhadap bahasa Tuhan yang sedang ditarok-Nya pada diri masyarakat Aceh yang sedang menderita. Kepedulian kita terhadap duka nestapa rakyat Aceh nyaris tipis, setipis kepahaman kita dalam memamami Bahasa Tuhan.

Akan tetapi mari kita lihat bagaimana Al Qur’an mengajak kita dalam bersikap dan berkesadaran saat kita membaca Bahasa Allah di setiap saat. Al Qur’an menjelaskan bagaimana seorang ULUL ALBAB bersikap dalam membaca Bahasa Tuhan, yang kali ini ditarok-Nya di Tabir Gempa:

“BUUMMM…”, sebuah Gempa dahsyat dengan kekuatan sekitar 9 skala R terjadi, maka kesadaran Sang Ulul Albab akan bergerak saat demi saat, paling tidak seperti berikut ini:

Pertama, Sang Ulul Albab akan menyadari bahwa saat itu ALLAH sedang  menarok Qalam-Nya di celah-celah bebatuan didasar lautan Hindia. Jadi pada langkah pertama ini, kesadarannya langsung pergi, dan lari ke Allah. Dzikrullah. Bahwa semua ini terjadi adalah karena Allah yang sedang berkehendak, Allah yang sedang menarok Bahasanya di tabir Gempa buat  dibaca, di IQRAA, oleh seluruh umat manusia. Begitu jelasnya bahasa Allah itu disabdakan-Nya kepada kita. Kita, dan siapa pun juga, akan bisa membaca Bahasa Qalam itu. Kita bisa dengan sangat jelas membedakan suasana sebuah gempa dengan suasana yang bukan gempa. Jelas sekali beda gempa itu dengan yang bukan gempa. Kita tidak perlu berfikir apapun tentang gempa itu. Kita tidak usah mencari-cari definisi dulu tentang gempa itu. Kita tidak usah membuka buku dulu untuk mencari tahu peristiwa macam apa ini gerangan yang sedang terjadi.

Apapun yang kemudian terjadi, sebagai dampak ikutan dari kejadian gempa itu, maka semuanya itu tidak lain adalah bahasa Tuhan, yang dengan sangat jelas, sedang di sampaikan-Nya kepada kita. Bahasa Tuhan itu adalah bahasa-Nya di tabir tsunami. Ada gelombang air laut yang menyapu daratan Aceh, Srilangka, Thailand, Afrika, dan sebagainya. Ada rumah, ada sekolah, dan ada bangunan-bangunan lainnya yang hancur lebur diterjang dahsyatnya gelombang lautan itu. Apapun yang selama ini diperkirakan orang tidak akan pernah terjadi, terjadilah pada saat itu. Mayat-mayat berserakan dimana-mana. Ratusan ribu nyawa melayang. Dan ratusan ribu orang lainnya, bahkankan lebih, kehilangan orang tua, anak, sanak saudara, dan harta bendanya. Semuanya diperlihatkan Allah melalui bahasa-Nya yang begitu jelas. Bahasa Bahasa Kun Fayakun, Bahasa Tabir. Semua orang bisa membacanya dengan jelas. Orang dengan agama apapun akan bisa membacanya.

Bagi Sang Ulul Albab, segala parahara dan duka nestapa umat manusia itu akan membuatnya lebih kuat (jahadu) lagi meloncatkan kesadarannya kepada Allah. Bahwa semua yang terjadi itu adalah bahasa Allah yang tengah menyapa seluruh umat manusia untuk kemudian dia ambil sebagai pelajaran.

Kedua, Sang Ulul Albab akan sadar bahwa saat gempa itu terjadi, sebenarnya Allah tengah berbicara kepadanya:

“Ini Aku...,
Aku bertajalli..., Aku bertajalli..., Aku bertajalli...,
Aku Ada...,
Aku Menampakkan Diri-Ku....!.

Kau wahai hamba-Ku…, lihatlah betapa besarnya kekuatan-Ku dan kekuasaan-Ku. Bumi yang tadinya diam, kemudian Ku guncangkan agar dia menjadi kokoh.

Lihatlah wahai hamba-Ku,
bagaimana Aku  membuat tsunami dengan adanya gempa itu,
bagaimana Aku menyapukan gelombang itu ke daratan yang luas,
bagaimana Aku dengan mudahnya mengambil nyawa ratusan ribu umat manusia dan binatang ternak dengan seketika,

Lihatlah wahai hamba-Ku,
Betapa berkuasanya Aku,
Betapa berkehendaknya Aku,  
Aku benar-benar berbuat sesuka hati-Ku,
Karena memang semuanya adalah milik-Ku.

Maka sujudlah kepada-Ku wahai hamba-Ku,
Sembahlah Aku,
Mintalah kepada-Ku,
Agar rahmat-Ku mengalir kepadamu…!.

Ya…, Sang Ulul Albab pastilah "gembira" melihat langsung penampakan Allah itu, seperti Allah bertajalli kepada Musa, saat Musa memohon agar Allah menampakkan Diri-Nya. Dan begitu Allah bertajalli, maka Bukit Thursina pun hancur luluh lantak, sehingga Musa pun pingsan. Semua ternyata FANA (tiada). Bukit Thursina tiada, Musa tiada, Fana…, fana…!. Hanya Dialah Yang Ada…, Allah…!.

Saat Allah “menampakkan” Diri-Nya, secara dhahir, maka bumi direkahkan, air laut di gelorakan, ratusan ribu manusia dimatikan. Semuanya menjadi FANA. Pendengaran..., penglihatan..., hidup mereka lenyap, diambil kembali oleh Sang Pemiliknya, ALLAH. .

Dan tiada lain…, Sang Ulul Albab pun tersungkur dan bersujud seperti Musa, seraya menegaskan: “… Maha Suci Engkau, aku bertaubat kepada Engkau dan aku orang yang pertama-tama beriman". (Al A'raf 143).

Ketiga, Sang Ulul Albab akan terus membaca Qalam Tuhan yang ditarok-Nya di tabir wilayah pasca bencana. Manusia-manusia yang hidup di sekitar wilayah bencana alam itu sungguh didera nestapa. Ada yang sudah tidak punya rumah, pakaian, dan makanan lagi. Ada ribuan anak yang telah menjadi yatim piatu. Ada yang sakit, ada yang tidak punya sekolah lagi, ada yang sudah tidak bisa apa-apa lagi. Semua bercampur baur menunggu orang-orang yang mau menjadi kurir Allah, wakil Allah, kendaraan Allah, khalifah Allah,  untuk membangun dan menata kembali wilayah Aceh dan masyarakatnya yang sudah porak poranda itu.

Keempat (yang terpenting sebenarnya), Sang Ulul Albab, dengan tergopoh-gopoh, akan melihat dada dan otaknya. Adakah di dadanya muncul kehendak untuk ikut serta membantu dan bahkan menata kembali Aceh yang sudah luluh lantak itu…?. Adakah di otaknya lahir ilmu pengetahuan baru tentang bagaimana caranya agar dampak tsunami dimasa-masa mendatang bisa dikurangi sekecil mungkiin…?. Ya…, dia akan buru-buru melihat apakah dadanya dan otaknya dipakai oleh Allah untuk menarok Kehendak-Nya dan Tahu-Nya untuk mengayam kembali peradaban rakyat Aceh yang lebih baik.

Allah adalah Sang Pemberi Rizki kepada siapapun juga. Dan cara Allah memberi rizki itu bukanlah dengan cara menjatuhkannya dari langit seperti turunnya air hujan, akan tetapi Dia akan “memakai” tangan-tangan siapa pun juga yang menyediakan tangannya dipakai oleh Allah untuk menyampaikan riski dari-Nya. Ya…, Allah akan memberi makan rakyat Aceh yang saat itu kelaparan melalui tangan-tangan umat manusia juga. Allah tidak milih-milih untuk memakai tangan siapa pun juga. Allah tidak hanya memilih tangan orang-orang yang beriman kepada-Nya, akan tetapi juga tangan-tangan orang-orang yang kafir kepada-Nya. Allah akan mengalirkan Kehendak-Nya untuk memberi makan rakyat Aceh itu kedalam dada siapa pun mau membuka DADANYA, dada yang luas.

Dan kita bisa melihat…!, bahwa ribuan bahkan jutaan dada segera dialiri kehendak untuk memberi bantuan untuk rakyat Aceh yang sedang menderita itu. Bantuan makanan dan sandang dari berbagai daerah di dalam negeri berdatangan menjambangi rakyat Aceh. Bahkan tangan-tangan dari berbagai penjuru dunia dan berbagai agama pun terjulur untuk menyampaikan rizki dari Allah buat masyarakat Aceh.
 
Akan tetapi pada saat yang sama juga ada jutaan dada yang diam tak bergeming saat memandang duka nestapa Aceh tersebut. Dada- dada itu tidak sedikit pun dialiri kehendak untuk mengalirkan bantuan. Yang namanya tidak dialiri kehendak, ya…, tidak ada dorong sedikit pun dari dalam dirinya sendiri untuk membantu rakyat Aceh yang memang sedang menderita. Dada-dada itu seperti dada yang telah mati, keras dan membatu. Dada itu telah berubah menjadi dada yang gelap gulita karena hilangnya cahaya Tuhan, Nurun ‘alan Nur, di dalamnya.

Taroklah sekarang, yang dengan tanpa proses berfikir sedikit pun, ada diantara kita yang dadanya dialiri oleh kehendak untuk membantu penderitaan rakyat Aceh itu. Kehendak itu seperti mendorong kita untuk, misalnya, mengirimkan segepok uang, atau sekantong makanan dan sekarung pakaian untuk mereka. Bahkan seperti berlomba-lomba, banyak pula diantara kita yang datang langsung kesana tak lama setelah bencana tsunami itu melanyau (menghancurkan) daratan tanah rencong tersebut.

NIAT…


Namun semua itu tadi kita lakukan atas dasar apa…?. NIATNYA APA ??, untuk istilah agamanya. Mari kita bedah dada kita ini barang sekejap, dimana hal ini bisa kita lakukan untuk kegiatan apapun juga.

Untuk saat ini, begitu sebuah bencana terjadi, informasi tentang itu akan mengalir deras masuk melalui mata dan telinga kita melalui berbagai cara, misalnya, tayangan TV, surat kabar, radio, telpon, dan sebagainya. Lalu amatilah dada kita. Ada nggak muncul sebuah dorongan dari dalam diri kita (dada) agar kita turut meringankan tangan untuk membantu orang-orang yang terkena bencana itu. Kalau ada, maka saat itu sebenarnya kita patut bersyukur, karena saat itu berarti Allah masih suka memakai DADA kita sebagai tempat DIA menarok Kehendak-Nya. Ya…, dada kita masih dipakai-Nya untuk sebagai Rumah-Nya tempat Dia Berkehendak. Kehendak untuk mengalirkan rezki dari-Nya kepada orang-orang yang sedang menderita.

Akan tetapi tatkala dada kita tidak sedikit pun dialiri kehendak untuk membantu orang-orang yang ditimpa bencana itu, maka saat itu sebenarnya kita tengah berada, atau lebih tepatnya ditarok Allah, dalam sebuah tragik hidup yang sangat menyedihkan. Bahwa saat itu pada hakekatnya Allah sedang tidak berkenan lagi untuk memakai dada kita ini sebagai Rumah-Nya untuk menarok Kehendak-Nya. Allah telah mencampakkan dada kita dari sisi-Nya. Kalau sudah begini, sudah seharusnya kita mulai merasa khawatir. Karena itulah sebuah isyarat yang menandakan bahwa dada kita ini mulai mengeras dan membatu. Dada kita tidak disinari lagi oleh Allah. MATI. Dan Al Qur’an mengisyaratkan bahwa kualitas diri kita saat itu sebenarnya lebih rendah dari seekor binatang.

Seekor anjing saja, terutama anjing yang sudah terlatih dengan baik untuk menolong orang, akan berjuang mati-matian untuk menyelamatkan seseorang yang, misalnya, sedang terjatuh ke sebuah kolam. Anjing tersebut seperti di dorong oleh sebuah kehendak yang sangat kuat untuk menolong orang yang tenggelam tersebut.

Sekarang taroklah Tuhan masih mau menempatkan Kehendak-Nya di dalam dada kita. Ada dorongan yang kuat muncul di dalam dada kita agar kita membantu korban bencana itu. Dan seketika itu juga kita akan lari ke dalam otak kita untuk mencari alasan (logika) untuk apa kita membantu orang. Ya, saat itu kita akan bisa tahu dengan persis dengan NIAT apa kita memenuhi dorongan Kehendak Tuhan itu.

Otak kita ini memang penuh berisi file rangkaian memori tentang berbagai ISTILAH berikut dengan suasana RUANGAN DADA yang terkait dengan istilah-istilah tersebut. Tentang NIAT, misalnya, di dalam otak kita paling tidak sudah ada memori tentang istilah RIA dengan berbagai variannya, dan istilah IKHLAS dengan berbagai turunannya pula. Akan tetapi tahunya kita tentang istilah ikhlas itu tidak dengan serta merta bisa membawa kita untuk bisa masuk keruangan dada yang ikhlas pula. Sebaliknya, tanpa perjuangan yang berarti kita malah dengan mudah bisa tercebur masuk ke dalam ruangan dada yang RIA. Aneh memang.

Setiap orang yang datang untuk membantu penduduk di wilayah bencana itu, akan TAHU dengan PASTI untuk niat apa dia kesana. Walaupun pekerjaannya sama, yaitu membantu orang, akan tetapi ruangan dadanya  tetap saja berbeda dari orang ke orang dengan sangat signifikan. Sangat pribadi sekali sifatnya. Hanya kita sendirilah yang tahu dengan jelas dengan niat apa kita membantu itu.

Ada diantara kita yang datang dengan ruangan dada yang saat itu penuh dengan suasana ruangan PERPOLITIKAN, maka kunjungan kita itupun akan penuh dengan logika-logika untung rugi politik pula. Bendera atau simbol-simbol politik yang kita usung akan berkibar menyertai kita. Tiba-tiba saja, dalam membantu korban bencana, kita sudah kecemplung kedalam wilayah dada dan otak yang penuh dengan logika untung rugi. Ada pula kita yang datang kesana dengan ruangan dada JAIM (Jaga Image). Tiba-tiba saja kita akan berada di wilayah yang penuh dengan logika untuk menjaga penampilan kita, agar kita dikenal orang, agar kita dihormati orang, dan sebagainya.

Ada memang diantara kita yang datang dengan mengusung nama Tuhan. Kita menyatakan bahwa kita kesana adalah atas nama Tuhan, terpanggil oleh misi dari Tuhan. Bagus memang. Akan tetapi saat kita menyebut nama apa yang kita sebut sebagai Tuhan itu, di ruangan dada dan otak kita masih penuh dengan berbagai wajah yang terpersepsikan. Masih ada rupa, masih ada warna, sehingga segala tindakan kita juga akan penuh dengan logika-logika yang muaranya adalah ke rupa-rupa dan warna itu. Misalnya, ada orang yang datang dengan dada dan otak penuh “wajah Yesus Kristus”, maka logika yang muncul ketika membantu itupun akan diwarnai oleh logika kekristusan. Padahal rakyat di tempat bencana itu ruangan dada dan otaknya tidak menerima logika kekristusan itu. Sehingga akhirnya, alih-alih dengan bantuan itu kita bisa memperbaiki suasana, malah yang muncul  kemudian adalah ketegangan dan penderitaan baru. 

Dengan cara yang sama, kita akan mengetahui dengan sangat tepat tentang dengan motivasi apa kita memberi bantuan ketempat bencana itu.  Bisa hanya karena malu, ikut-ikutan, dan tentu saja karena IKHLAS.

Gambar dibawah berikut adalah sebuah bahasa Tuhan yang sangat nyata dihadapan kita, lalu kehendak macam apa yang ditarok Allah kedalam dada kita saat ini. Lalu realitas  tindakan macam apa pula yang terwujud di dalam otak kita sehingga anggota tubuh kita tinggal mengikuti saja kehendak tersebut tanpa beban sedikitpun untuk, setidak tidaknya, kita lakukan di lingkungan sekitar kita …????. Dan saat kita melakukan semua yang realitas itu tadi, kita sedang menyandarkan kesadaran kita dengan utuh kepada SIAPA…?, yang dalam istilah agamanya adalah NIAT…!.





MENEMUKAN JAWABAN…


Demikianlah…, dengan memperhatikan dada kita, lingkungan kita, bahkan alam semesta tanpa batas, maka kita dengan serta merta artinya sudah membaca (Iqraa) Al Qur’an dengan nyata. Lalu ayat demi ayat Al Qur’an yang tertulis di mushaf  itu tinggal hanya menjadi pembenar saja atas apa-apa yang kita baca tersebut. Lalu biarkanlah ayat-ayat Al Qur’an itu berbicara kepada siapa pun dengan level pemikiran seperti apapun dan sesuai pula dengan zaman yang dilaluinya. Alif laam miim…

Selesai

Sunday 20 May 2012

Lowongan KERJA Gaji Tetap Banyak Bonus

Dibutuhkan  segera TENAGA LAPANGAN. di PT. BIOTIS agrindo untuk wilayah kerja
1. Gresik
2. Madiun
3. Nganjuk
4. Ngawi
5. Magetan
6. Malang
GAJI TETAP, SEWA KENDARAAN, JAMINAN KESEHATAN.
SYARAT:
- Max. usia 30 th
- Min. pendkkn SPMA/SMK pertanian
- Kendaraan sendiri
- Punya SIM C
Berminat silahkan hubungi 085859685300

Tuesday 1 May 2012

New releases disappoint as 'Think Like a Man' stays at No. 1


It was a tough week for new openers, as four wide release debuts failed to topple last week's box office champ -- or even crack the No. 2 spot.

The Judd Apatow-produced comedy "The Five-Year Engagement" pulled in just $3.5 million on Friday, placing it in third behind holdovers "Think Like a Man" ($5.5 million) and "The Lucky One" ($3.9 million). "Engagement" -- starring Jason Segel and directed by Nicholas Stoller -- should end up with around $10 million for the weekend, while "Man" will likely earn about $16 million. So far, that film's domestic gross is an impressive $48 million. 
Universal must be feeling disappointed by "Engagement's" performance. In 2008, the same team's "Forgetting Sarah Marshall" made $17.7 million opening weekend.

Meanwhile, "Hunger Games" came in at No. 4 on Friday, hunting down another $2.9 million. The domestic cume for that film is now at a staggering $364 million.

Other new titles were even less lucky, and are likely to shift around by the end of the weekend. The animated "Pirates! Band of Misfists" collected $2.7 million in booty, while Jason Staham's "Safe" and the John Cusack thriller "The Raven" were neck-and-neck with around $2.5 million each.

The family-friendly "Pirates!" could end up pulling further ahead over the rest of the weekend. With parents and kids seeing the film during the day Saturday and Sunday, "Pirates!" will probably end up with between $10 million and $12 million for the three-day.

Kompresi File Sampai Maksimal

Dengan pengaturan yang pas, 7-Zip bisa mengompres file dengan sangat baik. Apa saja yang harus diatur? Mari ikuti biar mengerti.
7-zip termasuk keluarga file archiver dengan tujuan membuat ukuran file lebih kecil dari aslinya agar lebih mudah didistribusikan. 7-Zip, secara gratis, bisa diperoleh dari situs web www.7-zip.org. Ketika sebuah arsip ingin dibuat dengan 7-Zip (mengklik kanan satu atau beberapa file, memilih [7-Zip] > [Add to Archive]), pengguna akan dihadapkan pada beberapa pilihan. Apa yang ia pilih berdampak pada hasil kompresi. Kalau salah pilih, kompresi tak akan maksimal.
Karena itu,  ada beberapa hal yang perlu diketahui agar dapat membuat arsip file dengan kompresi paling optimal. Artinya, ukuran file arsip yang dihasilkan dibuat sekecil mungkin atau istilah teknisnya adalah rasio kompresi yang tinggi.
7-zip yang digunakan pada artikel ini adalah 7-Zip 4.47 Beta.  Versi stabil yang dipakai secara umum adalah versi 4.42. Bedanya tipis. Pada 7-Zip 4.47 Beta ada pilihan baru yakni [Solid Block Size] dan [Number of CPU threads]. Pilihan [Solid Block Size] menggantikan pilihan [Create Solid Archive] yang ada di versi 4.42. Sedangkan [Number of CPU threads] menggantikan [Multi-threading].
Dengan mengaktfikan [Create Solid Archive] pada versi 2.42, kompresi yang dihasilkan lebih baik. Sedangkan di 4.47, cukup jangan memilih pilihan [Non-Solid] pada [Solid Block Size].
Untuk pilihan Number of CPU threads, menurut manual 7-zip, jika anda memilih 2 thread, kecepatan kompresi file akan meningkat, pilihan ini hanya untuk metode LZMA.
Proses pembuatan kompresi file dengan 7-Zip dimulai dengan memilih file, kemudian mengklik kanan file itu, memilih [7-Zip], dan mengklik [Add to archive]. Kemudian, muncullah kotak dialog milik 7-Zip.
Format Arsip
Pilihan pertama adalah Archive Format yang digunakan untuk menentukan format arsip yang dihasilkan. Pilihannya terdiri dari: 7z (format andalan 7-Zip), BZIP2, GZIP, Tar, dan ZIP. Format yang umum dipakai pada sistem operasi Windows adalah 7z dan ZIP. Karena ZIP sangat umum dan fleksibel (dikenali oleh hampir seluruh pembuat arsip), format ZIP-lah yang dipilih.
Tingkat Kompresi
Selanjutnya, tingkat kompresi ditentukan pada bagian Compression Level. Pilihan yang ada terdiri dari [Store], [Fast], sampai [Ultra]. Pilihan [Store] akan membuat arsip tidak dikompres, hanya dibungkus ke dalam 1 paket saja. Ukuran file hasil kompresi terkecil diperoleh dengan memilih [Ultra]. Namun, dengan memilih [Ultra], waktu yang diperlukan untuk memampatkan file menjadi lama. Jadi, kalau tidak terlampau terburu-buru, pilih saja [Ultra].
Pilihan selanjutnya adalah metode kompresi (Compression Method). Untuk format zip, pilihan metode kompresi terdiri dari [Deflate], [Deflate64], dan [Bzip2]. Dari ketiga pilihan yang ada, [Deflate64] memberikan hasil kompresi yang terbaik.
Deflate adalah metode yang standar digunakan pada format ZIP. Sedangkan metode Deflate64 adalah Deflate dengan ukuran dictionary 64KB. Kelemahan Deflate64 adalah kurangnya fleksibilitas. File yang dikompres dengan metode Deflate64 hanya bisa dibuka oleh program yang mendukung dekompresi Deflate64. Sebagai informasi, selain 7-Zip, Winrar juga mendukung Deflate64.
Kalau file hasil kompresi hendak didistribusikan secara luas, hindari format yang tidak standar. Umumnya format yang digunakan untuk distribusi di internet adalah format zip dengan metode Deflate.
Word Size
Menurut manual 7-Zip, word size digunakan untuk mencari rangkaian bytes yang identik untuk kompresi. Semakin besar word size, semakin baik rasio kompresinya. Untuk ZIP (Deflate64), pengaruhnya tak teralu besar.
Pilihan yang boleh dicoba adalah 192. Kenapa 192? Berdasarkan pengalaman, pilihan lebih besar dari 192 memberikan hasil ukuran kompresi bertambah beberapa byte.
Cara Tepat Kompres File Gado-Gado
Bagaimana cara yang tepat untuk mengompres sekumpulan file yang terdiri file biner dan file teks? Berikut ini adalah beberapa cara yang dapat digunakan.
1.    Cari kelompok file yang jumlahnya terbanyak. Biner atau teks yang paling banyak? Jika file biner lebih banyak daripada file teks, maka kompres dengan metode LZMA. Jika sebaliknya, maka gunakan metode PPMD. Contoh:  jika dalam satu folder ada 12 file - 2 file biner dan 10 file teks. Seandainya 12 file tersebut mempunyai ukuran rata-rata hampir sama, metode yang tepat adalah menggunakan PPMD. Tapi, jika ada perbedaan besar antara satu kelompok file dengan kelompok file lainnya, maka anda harus gunakan cara nomor 2.
2.    Inilah cara nomor 2. Lihat ukuran file-nya. Cari kelompok yang ukurannya terbesar - biner atau teks? Misalnya dalam satu folder ada 12 file - 2 file biner dan 10 file teks. Jika ukuran 2 file biner tersebut lebih besar daripada ukuran 10 file teks, maka metode yang harus digunakan adalah LZMA.
3.    Kalau pengetahuan soal mana file biner mana file teks terbatas, coba saja kedua metode - LZMA dan PPMD. Kemudian gunakan metode yang memberikan hasil kompresinya terkecil. Tapi, dengan cara ini, bersiap-siaplah untuk kerja 2 kali.

N.O.V.A. 3 Gameplay trailer released

Gameloft is back with another epic first person shooter game for mobile devices. If you were a fan of the first or second N.O.V.A. games you’ll surely be excited for the 3rd installment. Revealed last week with a teaser trailer today Gameloft has released their first actual gameplay video of N.O.V.A. 3 and I must admit — it looks pretty epic.

 This is as close as we’ll be getting to Crysis or Call of Duty on Android for a while to come if you ask me. The graphics look stunning and gameplay does too. The “Nano suit” does remind me a bit of Crysis 2, and that isn’t a bad thing. From the limited view we’ve seen so far this looks to be Gameloft’s best yet.

It looks like the new N.O.V.A. will be bringing us to the streets of NYC along with better graphics, faster gameplay, and some intense battles. I’m hoping for some slightly improved controls although this one is worth getting a wireless Logitech gamepad controller to play with. According to the video it will be available this month and we are hearing Gameloft will be showing it off next week in San Francisco. Stay tuned as this will probably be available within the next 2 weeks.

Short-run equilibrium of the industry


Given the market demand and the market supply the industry is in equilibrium at that price which clears the market, that is at the price at which the quantity demanded is equal to the quantity supplied. In figure 5.10 the industry is in equilibrium at price P, at which the quantity demanded and supplied is Q. however, this will be a short-run equilibrium, if at the prevailing price firm are making excess profits (Figure 5.11) or losses (figure 5.12). in the long run, firms that makes losses and cannot readjust their plant will close down. Those that make excess profits will expand their capacity, while excess profits will also attract new firms into the industry. Entry, exit and readjustment of the remaining firms in the industry will lead to along-run equilibrium in which firms will just be earning normal profits and there will be no entry or exit from the industry.
III. long-run equilibrium
  1. equilibrium of the firm in the long run
in the long-run firms are in equilibrium when they have adjusted their plant so as to produce at the minimum point of their long-run AC curve, which is tangent (as this point) to the demand curve defined by the market price. In the long-run of firms will be earning just normal profits. Which are included in the LAC. If they are making excess profits are making excess profits new firms will be attracted in the industry; this will be lead to a fall  in price (a down-ward shift in the individual demand curves) and an upward shift of the cost curves due to the increase of the prices of factors as the industry expands. These changes will continue until the LAC is tangent to the demand curve defined by the market price. If the fims make losses in the long run they will leave the industry, price will rise and costs may fall as the industry contracts, until the remaining firms in the industry cover their total costs inclusive of the normal rate of profit.
In figure 5.14 we show how firms adjust to their long-run equilibrium position. If the price is P,  the firm is making excess profits working with the plant whose cost is denoted by SAC1. it will therefore have an incentive to build new capacity and it will move along its LAC. At the same time new firms will be entering the industry attracted by the excess profits. As the quantity supplied in the market increases (by the increased production of expanding old firms and by the newly established ones) the supply curve in the market will shift to the right and price will fall until it reaches the level of P1. (in figure 5.13) at which the firms and the industry are in long-run equilibrium. The LAC in figure 5.14 is the final cost curve including any increase in the prices of factors that may have taken place as the industry expanded.
The condition for the long-run equilibrium of the firm is that the marginal cost be equal to the price and to the long-run average cost
LMC = LAC  = P
The firms adjust its plant size so as to produce that level output at which the LAC is the minimum possible, given the technology and the price of factors of condition. At equilibrium the short-run marginal cost is equal to the long-run marginal cost and the short-run average cost is equal to the long-run average cost. Thus, Given the above equilibrium condition, we have
SMC = LMC = LAC = P = MR
This implies that at the minimum point of the LAC the corresponding (short-run) plant is worked at its optimal capacity, so that the minima of the LAC and SAC coincide. On the other hand, the LMC cuts the LAC at its minimum point and the SMC cuts the SAC at its minimum point. Thus at the minimum point of the LC the above equality between short-run and long-run costs is satisfied.
  1. equilibrium of the industry in the long run
The industry is in long-run when a price is reached at which all firms are in equilibrium (producing at the minimum point of their LAC curve and making just normal profits). Under these conditions there is no further entry or exit of firms in the industry, given the technology and factor prices. The long-run equilibrium of the industry is shown in figure 5.15. at the market price, P , the firms produce at their minimum cost, earning just normal profits. The firm is in equilibrium because at the level of output X
LMC = SMC = P = MR
This equality ensures that the firm maximizes its profit.
At the price P  the industry is in equilibrium because profits are normal and all costs are covered so that there is no incentive for entry or exit. That the firms earn just normal profit (neither excess profits nor losses) is shown by the equality
LC = SAC = P
Which is observed at the minimum point of the LAC curve. With all firms in the industry being in equilibrium and with no entry or exit, the industry remain stable, and, given the market demand (DD in figure 5.15), the price P is a long-run equilibrium price.
Since the price in the market is unique, this implies that all firms in the industry have the same minimum long-run average cost. This, however, does not mean that all firms of the same size or have the same efficiency, despite the fact that their LAC is the same in equilibrium. The more efficient firms employ more productive factors of production and/or more able managers. These more efficient factors must be remunerated for their higher productivity, otherwise they will be bid off by the new entrants in the industry. In other words, as the price rises in the market the more efficient firms earn a rent which they must pay to their superior resources. Thus rents of more efficient factors become costs for the individual firm,  and hence the LAC of the more efficient firm shifts upwards as the market price rises, even if the factor prices for the industry as a whole remain constant as the industry expands. In this situation the LAC of the old, more efficient, firms must be redrawn so as to be tangent at the higher market price. The LMC of the old firms is not affected by the rents accruing to its more productive factors. (it will be shifted only if the prices of factors for the industry is general increase). Thus the more efficient firms will be in equilibrium, producing that output at which the redrawn LAC is at its minimum (at which point the Lac is cut by the initial the LMC given that factor prices remain constant). Under these conditions, with the superior, more productive resources properly costed at their opportunity cost, all firms have the same unit cost in their long-run equilibrium. This shown in figure 5.16. at the initial price P0. the second firm was not in the industry as it could not over its costs at that price. However, at the new price, P1. fim 3 enters the industry, making just normal profits. The established firm A earns rents which are imputed costs, so that its LAC shifts upwards and it reaches a new long-run equilibrium producing a higher level of output (X'A).

  1. The optimal resource allocation
In perfect competition of the market mechanism leads to an optimal allocation of resources. The optimality is shown by the following conditions which prevail in the long-run equilibrium of the industry :
a)      the output is produced at the minimum feasible cost
b)      consumers pay the minimum possible price whioch just covers the marginal cost of the product, that is, price = opportunity cost.
c)      Plants are used at full capacity in the long run, so that there is no waste the resources.
d)     Firms only earn normal profits.

In the long run these conditions prevail in all markets so that resources are optimally allocated in the economy as a whole. If we assume for simplicity that there are only two commodities (x and y) produced in the economy we may present the allocation of the given resources of the economy with the familiar production-possibility curve. The preferences of consumers in the economy may be shown by community indifference curves. Given the production-possibility curve and consumers preferences, perfect competition will lead to the optimal allocation of resources under the following conditions:
Firstly, if the consumers sovereignty, expressed by the price system (uncontrolled by any government intervention), reflects the correct ranking of preferences of the community.
Secondly, if there are no unexhausted economies of scale in any one industry.
Finally, if resources and technology are given; there is no growth in the economy and no technical progress.
If the above conditions are fulfilled, perfect competition leads to the optimal resource allocation defined by the point of tangency of the given production-possibility curve with the highest possible indifference curve. In figure 5.17 optimal of resources is reached at point e. the economy uses up all the available resources (point e lies on the production-possibility curve) and consumers attain the highest possible welfare, given the available factors of production. The optimal is allocations attained at the prices Px and Py at which the levels of output of the two commodities are Ox and Oy.