This is default featured slide 1 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 2 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 3 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 4 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 5 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

Sunday, 29 September 2013

Filosofi Kembang Mayang / Kembar Mayang

Sebagian orang beranggapan bahwa filosofi kembar mayang adalah, kembar itu berarti podho (sama) dan mayangitu adalah ati (hati). Jadi kembar mayang itu intinya menyatukan dua hati yang berbeda menjadi sama, memiliki tujuan yang sama.

Ada juga versi lain mengenai sejarahkembar mayang. Dalam tokoh mitos dikatakan bahwa dahulu jika ada seorang laki-laki yang mau meminang putri, maka sang putri minta syarat untuk dibawakan kembar mayang. Dan kembar mayang itu dibawa oleh sepasang Putri Domas dan Joko Kumolo .

Kembar mayang dibuat dari janur kuning . Janur diambil dari kata ja’a yang artinya datang , dan nur yang artinya cahaya. Dan kuning berasal dari istilah wening (sing wening) yang berarti Yang maha Kuasa. Wong urip iku tansah eling marang Seng Wening (orang hidup itu harus selalu ingat pada Yang Maha Kuasa). Jadi manusia harus tahu siapa yang menciptakannya dan kepada siapa dia nantinya akan kembali.

Berbagai macam warna yang ada dalam kembar mayang itu juga menggambarkan bahwa manusia memang tidak bisa hidup tanpa warna-warna itu yangdiibaratkan sebagai darah mereka. Darah biru yang ada di paru-paru, darah kuning berada di dalam sumsum tulang, darah putih atau bisa disebut sperma, dan darah merah yang mengalir ke seluruh tubuh.

Bagian-bagian dari kembar mayang pun juga sarat akan makna. Mulai dari payung-payungan - payung tunggul nogo - sebagai simbol mengayomi untuk kedua mempelai. Manuk-manukan (burung-burungan) yaitu burung merpati. Burung merpati adalah simbol kesetiaan, karena jika burung merpati sudah menempati pagupon (kandang merpati) dengan pasangannya dan memiliki anak, maka merpati tersebut tak akan pernah mencari pasangan lain. Dan seharusnya memang seperti itulah jika pengantin menjalani kehidupan rumah tangga nantinya.

Uler-uleran (ulat) dalam kembar mayang menggambarkan seorang suami yang bertugas mencari nafkah untuk keluarga. Simbol uler-uleran diartikan sebagai orang yang tirakat demi meraih kesuksesan. Memang, dalam mencari nafkah pun seseorang juga harus tirakat.

Filosofi dari keris menggambarkan manusia hendaknya mengikuti jalan hidup sesuai ajaran yang telah diwariskan oleh nabi.

Kembang panca warna yang menjadi bagian dari kembar mayang yang terdiri dari beringin, daun puring, daun andong dan daun lancur juga memiliki filosofi tersendiri. Beringin dimaksudkan agarkedua mempelai bisa mengayomi satu sama lain terutama keluarganya. Daun puring, supaya dapat menahan amarah dan tidak saling bertengkar. Daun andong, untuk menjaga sopan santun terhadap sesama. Daun lancur, manusia hendaknya mempunyaipikiran yang luas dan jangkauan yang panjang dalam mencari nafkah untuk memenuhi tanggung jawabnya.

Dan yang terakhir janur kuning yangdianyam membentuk seperti candi yang ternyata itu diartikan gunung-gunungan memiliki filosofi yang indah bahwasannya pernikahan ini diharapkan bisa seperti gunung yang sangat kokoh dan tegar. Setiap keluarga diharapkan juga seperti itu, tidak mudah goyah walau apapun rintangan yang dihadapi.

Dalam pernikahan adat jawa, sebelum acara nemokne manten atau kedua mempelai dipertemukan, ada ritual yang dinamakan nebus kembar mayang. Ritual ini seperti membeli kembar mayang dari si pembuatnya. Kembar mayang ditebus oleh orang tua dari pihak mempelai wanita dan selanjutnya dibawa oleh sepasang perawan dan perjaka atau disebut Putri Doma s / prawan sunthi dan Joko Kumolo.

Pada saat mempelai dipertemukan, Putri Domas/prawan sunthi dan Joko Kumolo yang bertugas membawa kembar mayang tadi mengiringi di sampingnya. Dalam membawa kembar mayang pun juga tidak asal dibawa, juga ada aturannya. Jika mempelai wanita masih dalam keadaan perawan, maka cara membawa kembar mayang pun harus diangkat sejajar pundak. Namun jika mempelai wanita sudah hamil – dalam hal ini istilah jawanya ngekarne – jadi pada saat menikah dulu belum dibuatkan kembar mayang, maka cara membawanya tidak bolehdi atas perut. Jika dibawa di atas perut ditakutkan roh suci yang ada di rahim sang ibu akan kalah dan nantinya bisa keguguran.

Adat ini memang dari Jawa. Orang Jawa percaya bahwa jika tidak ada kembar mayang dalam acara pernikahan maka nantinya akan menghambat datangnya rezekidalam berumah tangga.

Kembar mayang memang selalu ada dalam setiap acara pernikahan, namun tidak setiap orang tahu apa maksud dari adanya kembar mayang itu. Jangankan anak muda, orang tua pun jika ditanya anaknya mengenai kembar mayang juga belum tentu bisa menjelaskan. Sebagai orang Jawa asli setidaknya kita bisa memahami tujuan dari dibuatnya kembar mayang. Bukan hanya sekedar untuk pelestarian budaya, namun lebih dari itu adalah makna yang terkandung di dalamnya.

Cupu Manik Asta Gina, wasiat hidup Kanjeng Sunan Kalijaga

Salah satu peninggalan dari nenek moyang kita, yang perlu diuraikan agar menjadi pedoman hidup menuju masyarakat yang sejahtera adalah Asta-brata. Asta artinya delapan, brata artinya tindakan. Jadi, Asta-brata dapat diartikan sebagai delapan macam tindakan. Asta-brata ini diambil dari inti sari wasiat Cupu Manik Asta Gina, atau pegangan hokum bagi para dewa. Konon dengan berpegang pada hukum ini, para dewa dapat memimpin umat manusia menuju kesejahteraan dan kedamaian.

Kalau setiap orang, terutama para pemimpin, berpegang pada asta-brata, maka masyarakat yang sejahtera tidak mustahil terwujud di bumi ini. Adapun asta-brata secara mudah dan jelas digambarkan atau diwujudkan dalam rupa :
1. Wanita: wanita,
2. Garwa; jodoh
3. Wisma : rumah
4. Turangga : kuda tunggangan
5. Curiga : keris, atau senjata
6. Kukila : burung berkutut
7. Waranggana : ronggeng- penari wanita
8. Pradangga : gamelan-bebunyian berirama
Orang atau pemimpin yang utama harus memiliki (mengalami) delapan hal tersebut diatas.Banyak orang yang salah paham, berusaha mempunyai delapan rupa tersebut dalam wujud sebenarnya. Hal demikian ini takkan terwujud. Sesungguhnya delapan hal tersebut sekadar kiasan, dan bukan berarti setiap orang harus memiliki barangnya, tetapi memiliki atau mengalami arti dan wangsitnya.

Wanita, artinya seorang perempuan, yang elok dan cantik, siapapun yang melihat pasti ingin memilikinya. Maka yang dimaksud dengan wanita ini adalah suatu keindahan, sebuah cita-cita yang tinggi. Agar cita-cita itu dapat tercapai, maka orang perlu berusaha sekuat tenaga, belajar, tirakat dan sebagainnya, sebagaimana seorang pemuda yang ingin menggaet dan memiliki gadis cantik.

Garwa, artinya jodoh, suami istri, yang sehati. Garwo sering diartikan sigaraning nyawa, belahan jiwa, jiwa satu dibelah dua atau dua badan satu nyawa. Jadi garwa mengandung arti bahwa setiap orang harus dapat menyesuaikan diri, bisa bergaul dengan siapapun, semua orang dianggap sebagai kawan, hidup rukun dan damai, mencintai sesama, tidak membeda-bedakan orang. Semuanya dianggap sebagai garwa, teman sehidup semati.

Wisma, artinya rumah. Rumah adalah tempat berlindung memiliki ruangan yang luas berpetak-petak untuk menyimpan aneka macam barang. Semuannya dapat dimasukkan kedalam rumah. Demikianlah, setiap orang hendaknya bersifat rumah, yakni dapat menerima siapapun dan membutuhkan perlindungan, sanggup menyimpan dan mengatur segala sesuatu, pun dapat mengeluarkan pikiran dan bertindak bijaksana dan teratur menurut tempat, waktu dan kedaannya.

Turangga, berarti kuda tunggangan, yang kuat dan bagus. Kuda tunggangan bisa berlari cepat, bisa berlari pelan, bisa berjalan sambil menari-nari. Sebaliknya kuda tunggangan juga bisa berlari cepat dengan arah yang tak menentu, bisa terguling kedalam jurang, tergantung orang yang memegang tali kekang. Demikian halnya diri: badan jasmaniah, panca indra dan nafsu kita merupakan kuda tunggangan. Sedangkan jiwa adalah pengendaranya. Bila jiwa dapat menguasai, mengatur dan mengekang diri, maka pergaulan hidup kita akan teratur dengan baik. Sebaliknya, bila jiwa tak dapat menguasai diri, maka hidup kita akan seperti kuda tunggangan yang liar, berlari kesana kemari dan akhirnya tergelincir.

Curiga, artinya keris, senjata tajam yang dipuja-puja. Maka perlulah tiap orang terutama para pemimpin memiliki persenjataan hidup yang lengkap, kepandaian, keuletan, ketangkasan dan lain-lain. Begitu pula pikiran harus tajam, mampu menebak dengan dengan tepat, agar dapat bertindak tepat pula untuk kebahagiaan masyarakat.

Kukila, artinya burung, burung berkutut yang dipelihara di Jawa, untuk didengarkansuaranya, yang merdu, enak didengar, menentramkan sanubari. Demikianlah, setiap kata yang keluar dari mulut hendaknya enak didengar, lemah lembut, menentramkan orang yang mendengarkannya. Setiap kata yang keluar harus tegas dan bersifat memperbaiki dan membangun, agar siapapun yang mendengar bisa terpikat dan mengindahkannya.

Waranggana, artinya tandak atau ronggen, untuk pandangan waktu menari. Pada zaman dewa-dewa, ini disebut Lenggot-bawa. Peraturannya seperti ini : seorang warangga menari di tengah kerumunan orang, bersama seorang lelaki yang ikut menari. Diempat penjuru ada penari laki-laki yang menari, seakan-akan ikut menggoda si waranggana agar memalingkan mukanya dari yang lelaki yang tengah menari.

Maknah gambaran di atas adalah: dalam usaha meraih cita-cita yang mulia( waranggana), pasti akan banyak kita jumpai godaan yang mencoba menghalang-halangi pencapaian cita-cita tersebut

Filosofi PANDAWA menurut Kanjeng Sunan Kalijaga

Sunan Kalijaga atau Raden Seca atau Raden Syahid atau Raden Said adalah salah seorang tokoh penyebar agama Islam di Indonesia yang media dakwahnya beraneka macam, dan salah satunya adalah melalui seni pewayangan. Wayang purwa asli peninggalan zaman Hindu yang disebut wayang beber karena tokoh-tokohnya dilukis hanya pada selembar kulit oleh Sunan Kalijaga diubah, tiap tokoh ditatah sendiri-sendiri seperti yang kita jumpai sekarang. Untuk menghindari larangan agama waktu itu, tokoh-tokoh tersebut dibuat serba pipih, tidak persis seperti manusia biasa. Anehnya, malah membuat makin tinggi cita rasa dan nilai seninya serta menimbulkan kesan unik. Dipadukannya ajaran Islam dengan filosofi pewayangan sehingga banyak bangsawan dan cendekiawan yang tertarik untuk menjadi pengikutnya.
 
Rukun Islam yang lima perkara, misalnya, digambarkan melalui lima ksatria Pandawa. Walaupun diancam dan dicurangi Kurawa, mereka selalu berjaya bahkan berhasil memenangkan pertempuran di medan Kurusetra dalam palagan atau perang Bharatayudha.
pandawan

Rukun pertama dijelmakan dalam tokoh tertua Yudhistira alias Samiaji atau Puntadewa. Dengan senjata pamungkasnya, Jimat Kalimosodo, alih kata dari Kalimah Syahadat, raja bijaksana itu tidak pernah kalah dan tidak pernah putus asa. Ia selalu sabar menghadapi musibah, senantiasa berbaik sangka kepada setiap orang, dan kalau perlu mengalah demi menjaga persatuan menuju kejayaan.

Rukun kedua, salat (fardhu), diisyaratkan melalui Raden Werkudara atau Bima (Brathasena), yang tidak pernah duduk dan selalu siap dengan kuku Pancanakanya. Artinya, salat lima waktu tidak boleh tidak mesti ditegakkan dalam keadaan apapun. Sedang sakit pun salat harus tetap dikerjakan seperti halnya Bima yang selalu berdiri kokoh setiap saat. Lewat pelaksanaan salat, derajat manusia tidak dibeda-bedakan, termasuk antara orang kecil dan pembesar negara sekalipun. Hal itu diibaratkan sama dengan sikap Werkudara yang tidak pernah memakai bahasa halus kromo inggil dan tetap berbicara ngoko kepada semua orang, tanpa bermaksud kurang ajar.

Rukun ketiga, puasa (dalam bulan Ramadan), menggunakan lambang Raden Arjuna (Raden Permadi), ksatria Pandawa yang paling ganteng dan digandrungi kaum wanita. Persis seperti orang berpuasa, godaan hawa nafsu banyak sekali. Andaikata tidak kuat menghindarinya, pasti akan jebol pertahanannya.

Rukun keempat dan kelima, zakat dan haji, digambarkan sebagai dua ksatria kembar, Nakula dan Sadewa. Mereka adalah tokoh yang tidak sering muncul, sebagaimana zakat dan haji yang hanya diwajibkan bagi orang-orang yang mampu. Akan tetapi, tanpa Nakula dan Sadewa, Pandawa akan rapuh dan hancur. Begitu pula umat Islam, jika tidak ada para hartawan yang sanggup membayar zakat dan menunaikan haji, fakir miskin akan terancam oleh kekafiran dan pemurtadan. Kesenjangan antara orang kaya dan orang melarat tidak akan terjembatani.

Falsafah Jawa, yang diajarkan oleh Kanjeng Sunan Kalijaga

1. Urip Iku Urup
(Hidup itu Nyala, Hidup itu hendaknya memberi manfaat bagi orang lain disekit
ar kita, semakin besar manfaat yang bisa kita berikan tentu akan lebih baik)

2. Memayu Hayuning Bawono, Ambrasto dur Hangkoro
(Manusia hidup di dunia harus mengusahakan keselamatan, kebahagiaan dan kesejahteraan;serta memberantas sifat angkara murka, serakah dan tamak).

3. Suro Diro Joyo Jayaningrat, Lebur Dening Pangastuti
(segala sifat keras hati, picik, angkara murka, hanya bisa dikalahkan dgn sikap bijak, lembut hati dan sabar)

4. Ngluruk Tanpo Bolo, Menang Tanpo Ngasorake, Sekti Tanpo Aji-Aji, Sugih Tanpa Bondho
(Berjuang tanpa perlu membawa massa; Menang tanpa merendahkan atau mempermalukan; Berwibawa tanpa mengandalkan kekuatan; Kaya tanpa didasari kebendaan)

5. Datan Serik Lamun Ketaman, Datan Susah Lamun Kelangan
(Jangan gampang sakit hati manakala musibah menimpa diri; Jangan sedih manakala kehilangan sesuatu).

6. Ojo Gumunan, Ojo Getunan, ojo Kagetan, ojo Aleman
(Jangan mudah terheran-heran; Jangan mudah menyesal; Jangan mudah terkejut-kejut; Jangan mudah kolokan atau manja).

7. Ojo Ketungkul Marang Kalungguhan, Kadonyan lan Kemareman
(Janganlah terobsesi atau terkungkung oleh keinginan untuk memperoleh kedudukan, kebendaan dan kepuasan duniawi).

8. Ojo Kuminter Mundak Keblinger, ojo Cidra Mundak Cilaka
(Jangan merasa paling pandai agar tidak salah arah; Jangan suka berbuat curang agar tidak celaka).

9. Ojo Milik Barang Kang Melok, Aja Mangro Mundak Kendo
(Jangan tergiur oleh hal-hal yang tampak mewah, cantik, indah; Jangan berfikir mendua agar tidak kendor niat dan kendor semangat).

10. Ojo Adigang, Adigung, Adiguno
(Jangan sok kuasa, sok besar, sok sakti).

Tuesday, 4 June 2013

Contoh Drama Bahasa Jawa (9)



Berikut adalah salah satu contoh Naskah drama komedi untuk anak, drama perpisahan, drama pementasan, pentas seni

Drama Bahasa Jawa


 JAKA TARUB DADI DUDA


Dina Jemuah…
Suasana sore wis mulai cerah.Udan sing mikine gede….benget be wis mandeg.Srengengene wis mulai katon.Eh…ditambah ana pelangi mentongol neg sisi kulon.Jerene wong-wong tah angger ana pelangi,berarti arep ana bidadari sing arep adus neng bumi.Tapi…bener orane ya mbuh ora ngerti.
Selot sowe…bit…semribit ana ambu-ambuan wangi pisan.Ana apa ya?Suara kemrincing…kemrincing genah epor sekang sisi kulon.
ADEGAN KE I
Byur…Byur…Byur…
Widadari Abang : “ Cihuy…Asik…bisa adus maning.Jen banyune seger pisan.
Wis seminggu ora adus,awake pada pliket,lah jan…segerepol pokoke lah…”
Widadari Jambon : “ Tela iya koh,segere poll.Tapi angger aku ya ora kayak ko.Ko tah dadi Widadari ora tau adus.Mbok siki neng kayangan wis ana pemandian umum.Ora ngerti si…Katro Banget!!!

Contoh Drama Bahasa Jawa (8)



Berikut adalah salah satu contoh Naskah drama komedi untuk anak, drama perpisahan, drama pementasan, pentas seni

Drama Bahasa Jawa


 Becik Nitik, Ala Pilara

Sandiwara Kampung
* M. Ahmad Jalidu


BABAK 1
Omahe kang Marto. Somat, anake kang Marto lagi wae bali, dheweke mbonceng Mas Bambang lan didhunke ngarep omah. Saka njero keprungu suara megaprone Mas Bambang.

Kang Marto         :   “Diterke sapa Le?”
Somat                 :   “Mas Bambang.”
Bu Marto             :   “Mas Bambang ki jan apikan tenan ya, karo sapa-sapa isa akrab. Karo cah mejid ya srawung, karo copet ya srawung.”
Kang Marto         :   “Huss! Bu, nek omong ki ra waton!”
Bu Marto             :   “Waton apa? Cen nyatane kaya ngono kok. Mas Bambang ki cen apikan, njur anakmu ki ya copet tenan”.
Somat                 :   “Alah! Mung pisan wae kok njur dicap. Aku nyopet mung pisan mbok. Gek sasi pasa wingi kae. Kuwi sing melu ngicipi dhuite ya sapa? Simbok barang to? Nek ra reka-reka tak golekke tangeh isa melu mangan iwak pitik kaya tangga-tanggane, Mbok”.

Contoh Drama Bahasa Jawa (7)



Berikut adalah salah satu contoh Naskah drama komedi untuk anak, drama perpisahan, drama pementasan, pentas seni

Drama Bahasa Jawa


WONG SABAR REJEKINE JEMBAR



Ibu Wati anak pengusaha kang gedhe . Ana kadadean kang kudu ditrima marang awake dewe yaiku diusir marang kaluwargane amarga  isin kudhu nanggung kelakuan anake sing gawe gawe ala jeneng kalwarganekanyata Ibu Wati ngandung anak kang  durung kaiket dene pernikahan . Akhire Ibu Wati mutusake lungo menyang Semarang . Modal duit sing digowo suwe-suwe mulai entek amarga sifat Bu Wati kang boros . Duit sak piro – piro ludes kanggo urip sugihe . Kanthi ngrasakake kang arane  serete duit . Melbu wulan ke 9 luwih 10 dina anak kang sing ora dikarepake lairbayi kembar kanthi kahanan kang kurang cukup. Bayi kuwi dikei jeneng yaiku Bowo lan kembarane ora di asuh karo ibu Wati nanging di asuh marang bidan kang bantuproses kelairan bocah mau kang ora lain yaiku mbakyune Pak Yono . Nanging ibu wati ora ngerti nek bidane niku mbakyune Pak Yono, anak kang di asuh pak Yono di paring asma Jimen. Pak yono termasuk pengusaha kang berhasil. Kang duweni pirang – pirang perusaan lan manggon ing kabupaten Semarang.

Contoh Drama Bahasa Jawa (6)



Berikut adalah salah satu contoh Naskah drama komedi untuk anak, drama perpisahan, drama pementasan, pentas seni

Drama Bahasa Jawa


 TUKANG KORAN


Babak 1
Katon mbejejer omah-omah kang apik ing perumahan. Katon resik lan rapi tenan. Andi ketok lumaku ing dalan karo adol koran. Deweke terus lumaku lan akhire ana ing ngarep e omahe Reza.

Andi : “Koran, koran, koran. Koran paklek bulek, koran bulek...”
Reza : “Koran.... ( mlayu metu tekan omahe ) tuku korane, piro siji?”
Andi : ”Murah mas. Amung Rp3.500,-“
Reza : “Oh, ngono. Iki duwit e”
Andi: “Wah duitmu gedhe ra ana susuk e? piye iki?”
Reza : “Rapopo, Jupuken bae, sek akeh ndek njero sing koyok ngono (karo nuding duwek mau)”
Andi : “Lek pancen ngono matur suwun low yo. Oh iki loh korane” (Ngekekno koran menyang Reza)
Reza : “Yowes, ngalih kono. Ojo suwe-suwe menyang kene! mambu”
Andi : “Iyo, suwun tenan yo”
Reza : “Iyo, iyo. Ndang ngaliho kono!”

Contoh Drama Bahasa Jawa (5)



Berikut adalah salah satu contoh Naskah drama komedi untuk anak, drama perpisahan, drama pementasan, pentas seni
 
Naskah Drama Bahasa Jawa  
Tentang kehidupan sehari-hari 

 Ana ing sawijining desa ana pemuda kang wus akrab banget, yaiku Sardi lan Jono. Bocah loro iku seneng banget nggawe ulah. Sampek kanca-kancane sing liya ora gelem nyedhek amarga mesthi diusili. Wektu iku sawise sekolah Sardi ngampiri Jono.

Sardi                : Jon, ayo engko dolan ! ( Nggeplek pundake Jono)
Jono                 : Gaweanmu dolan ae . Koyo wong pinter wisan.
Sardi                : Halah gayamu, gelem opo ora kowe ?
Jono                 : Dolan nyandi lho ?
Sardi                : Yo emboh... Pokoke dolan ben koyo cah gaul ngono lho...
Jono                 : Emmm.. ayo lek ngono. Tapi wegah aku lek sampek maghrib eneh !
Sardi                : Hehehe, ora-ora.
Jono                 : Gek nggawa duit opo ora ?
Sardi                : Halah, kuwi dirembug engko ae... Yo wis aku arep mulih ( Mlaku ngadohi jono )
Jono                 : Oke-oke.... Engko kowe neng o omahku.

Contoh Drama Bahasa Jawa (4)



Berikut adalah salah satu contoh Naskah drama komedi untuk anak, drama perpisahan, drama pementasan, pentas seni

DRAMA BAHASA JAWA

 SAKKAREPMU



Lisa         : iki kuburan po piye to? Kok awake dhewe koyo wonk nyekar?

( Rina lagi moco buku, ora nggatekno omongane Lisa)

Lisa         : Rin… Rina… eh aku duwe komik doraemon ..

Rina       : endi… endi…. Komik doraemon, aku ngampil ndank?

Lisa         : golek’o dhewe ning toko !!!

Rina       : lho tibak’e we mblithuk no ta??

Lisa         : (mikir dhisik). E….. he’e paling.


Ujug-ujug Fela teko.