Sunday, 29 September 2013

Filosofi Ketan, Apem dan Kolak

Sebagai masyarakat Jawa tentu saja kita tidak lepas dari kebiasan-kebiasan atau istilahnya adat istiadat (tradisi) masing-masing daerah yang sekiranya dipercaya para warga masyarakat sejak nenek moyang kemudian masih saja dilaksanakan hingga sekarang. Tradisi tersebut seperti suran, ruwahan, nyadran, sedekah bumi, dekah desa, bancakan, dll.
Ada 2 versi pendapat dalam memandang tradisi-tradisi tersebut. Ada yang tidak setuju atau mereka sering menyebutnya dengan istilah bid’ah (yang pada zaman Rasul hal tersebut tidak ada atau tidak dilakukan oleh Rasul), karena menurut mereka hal seperti adalah hal yang tidak penting untuk dilakukan, kemudian hal tersebut dahulunya dilakukan oleh para nenek moyang yang beragama hindu atau budha untuk dipersembahkan kepada roh para leluhur. Sehingga dikatakan musrik atau menduakan Allah. Namun pendapat lain mengatakan, “semua perbuatan itu tergantung dari niatnya”, dari landasan tersebut tradisi-tradisi itu kini telah diadopsi sebagai salah satu budaya Jawa, yang mana memiliki tujuan yang baik yakni sebagai wujud rasa syukur atas semua nikmat yang telah diterima dari Allah SWT, sebagai media untuk mempererat tali persaudaraan antarwarga. Mereka yakin bahwa yang mereka lakukan bukanlah hal yang berdosa atau bid’ah.
Pada tradisi tersebut ada beberapa makanan yang dianggap wajib harus ada, yang mana makanan-makanan tersebut melambangkan simbol dan memiliki makna filosofi.  Makanan-makanan tersebut antara lain :
  Ø  Ketan
Makanan berwujud ketan karena jika dilihat dari namanya, yakni ketan berasal dari kata khotan dari bahasa Arab yang memiliki arti kesalahan. Khotan bisa menjadi ketan karena orang-orang Jawa yang sering kali merubah sebutan nama suatu hal agar mudah dalam pengucapan maupun dalam mengingatnya. Khotan yang memiliki arti kesalahan tadi, memiliki makna filosofi bahwa dari kesalahan inilah kita sebagai manusia dituntut supaya selalu mengingat akan perbuatan salah itu, yang berawal dari diri sendiri, kemudian diharapkan kita bisa selalu mengoreksinya.

  Ø  Apem
Yang tak asing lagi yakni apem. Apem berasal dari kata afwam atau afuan yang berarti permintaan maaf. Kita sebagai manusia diharapkan selalu bisa memberi maaf atau memaafkan kesalahan-kesalahan orang lain.
  Ø  Kolak
Sementara kolak mengandung maksud pada kata kholaqo yang memiliki arti ‘mencipta’. Arti kholaqo tersebut tercipta sebuah kata kholiq atau khaliq. Ini artinya diharapkan agar kita bisa semakin mendekatkan diri kepada-Nya, yaitu untuk mendoakan orang-orang yang telah meninggal dan berada di alam barzah.
            Dari hal tersebut, tiap manusia berhak mau ikut pendapat yang versi mana, tiap manusia memiliki kewenangan atas hidup yang dijalaninya sendiri. Namun dengan catatan, hendaknya antarmanusia tetap menjaga kerukunan dalam hidup bermasyarakat.