Sebagai
masyarakat Jawa tentu saja kita tidak lepas dari kebiasan-kebiasan atau
istilahnya adat istiadat (tradisi) masing-masing daerah yang sekiranya
dipercaya para warga masyarakat sejak nenek moyang kemudian masih saja
dilaksanakan hingga sekarang. Tradisi tersebut seperti suran, ruwahan, nyadran, sedekah bumi, dekah desa, bancakan, dll.
Ada
2 versi pendapat dalam memandang tradisi-tradisi tersebut. Ada yang
tidak setuju atau mereka sering menyebutnya dengan istilah bid’ah (yang
pada zaman Rasul hal tersebut tidak ada atau tidak dilakukan oleh
Rasul), karena menurut mereka hal seperti adalah hal yang tidak penting
untuk dilakukan, kemudian hal tersebut dahulunya dilakukan oleh para
nenek moyang yang beragama hindu atau budha untuk dipersembahkan kepada
roh para leluhur. Sehingga dikatakan musrik atau menduakan Allah. Namun
pendapat lain mengatakan, “semua perbuatan itu tergantung dari niatnya”,
dari landasan tersebut tradisi-tradisi itu kini telah diadopsi sebagai
salah satu budaya Jawa, yang mana memiliki tujuan yang baik yakni
sebagai wujud rasa syukur atas semua nikmat yang telah diterima dari
Allah SWT, sebagai media untuk mempererat tali persaudaraan antarwarga.
Mereka yakin bahwa yang mereka lakukan bukanlah hal yang berdosa atau bid’ah.
Pada
tradisi tersebut ada beberapa makanan yang dianggap wajib harus ada,
yang mana makanan-makanan tersebut melambangkan simbol dan memiliki
makna filosofi. Makanan-makanan tersebut antara lain :
Ø Ketan
Makanan
berwujud ketan karena jika dilihat dari namanya, yakni ketan berasal
dari kata khotan dari bahasa Arab yang memiliki arti kesalahan. Khotan
bisa menjadi ketan karena orang-orang Jawa yang sering kali merubah
sebutan nama suatu hal agar mudah dalam pengucapan maupun dalam
mengingatnya. Khotan yang memiliki arti kesalahan tadi, memiliki makna
filosofi bahwa dari kesalahan inilah kita sebagai manusia dituntut
supaya selalu mengingat akan perbuatan salah itu, yang berawal dari diri
sendiri, kemudian diharapkan kita bisa selalu mengoreksinya.
Ø Apem
Yang
tak asing lagi yakni apem. Apem berasal dari kata afwam atau afuan yang
berarti permintaan maaf. Kita sebagai manusia diharapkan selalu bisa
memberi maaf atau memaafkan kesalahan-kesalahan orang lain.
Ø Kolak
Sementara
kolak mengandung maksud pada kata kholaqo yang memiliki arti
‘mencipta’. Arti kholaqo tersebut tercipta sebuah kata kholiq atau
khaliq. Ini artinya diharapkan agar kita bisa semakin mendekatkan diri
kepada-Nya, yaitu untuk mendoakan orang-orang yang telah meninggal dan
berada di alam barzah.
Dari
hal tersebut, tiap manusia berhak mau ikut pendapat yang versi mana,
tiap manusia memiliki kewenangan atas hidup yang dijalaninya sendiri.
Namun dengan catatan, hendaknya antarmanusia tetap menjaga kerukunan
dalam hidup bermasyarakat.