Lama
sudah waktu berlalu, tiba-tiba saja aku teringat akan perkataan Suhu,
“Ngguyu-Nesu, nesu-ngguyu.” Dengan bahasa lain dapat diartikan
Marah-tertawa, tertawa marah. Disaat dia marah dia tertawa, disaat
tertawa dia marah. Mungkin penafsiranku selama ini masih salah karena
“benere santri ijik salah” yaitu dengan menganggap hal itu sebagai salah
satu sifat Aulia’.
Namun, kini ku erpikir kembali. Siapa sebenarnya yang dimaksud dengan ‘Dia’?
Siapakah ‘Dia’ sebenarnya? Bagaimana aku bisa melihat-mengenali si’Dia’?
Dia
yang tak dapat dilihat – diketahui – dimengerti reaksinya. Apakah Dia
marah? Bagaimana Dia tertawa? Bagaimana membedakan ekspresi-reaki antara
marah dan tertawa?
Dan
mengapa para Aulia’ terlihat memiliki ekspresi marah dan tertawa dalam
satu waktu? Mata yang merah penuh amarah namun pandangannya juga
memiliki keteduhan yang dapat menenangkan setiap hati yang melihatnya.
Aku menyebutnya sebagai “Ekspresi tanpa ekspresi”. Atau malah
ekspresi penuh makna.
ekspresi penuh makna.
Tergambar
dengan jelas dalam benakku berbagai wajah Aulia’ yang pernah ku kenal
dan kutemui – dan ku percaya ke Aulia’annya – dengan ekspresi mereka
yang melukiskan berbagai macam perasaan yang begitu menyatu. Antara
perasaan marah, khawatir, percaya, kagum, lega, tersenyum dan cinta
melebur menjadi satu dalam diamnya. Mungkin jawabannya adalah karena
kekasih selalu meniru apa yang menjadi sifat kekasihnya.
Andai
– bila saja aku tahu – bisa melihat Dia – menyadari ekspresinya. Tentu
saja aku tak bisa karena itu aku memakai kata ‘andai’. Aku merasa
‘Betapa Menakutkannya Dia!’ Hatiku bergidik membayangkan Dia yang amat
sangat sadis, kejam, penyiksa, pembunuh berdarah dingin yang bisa
tertawa atas kekejamannya. Namun Dia juga amat sangat penyayang,
pecinta, ramah, penuh kasih, yang bisa dan biasa dengan paksa amat
memaksakan cintaNya.
Dia
yang selalu mencintai. Dia yang tetap menyayangi. Dia yang terus
memberikan apa yang diinginkan manusia walaupun ebenarnya Dia begitu
marah atas berbagai kealahan, kekufuran, danpengkhianatan manusia. Dan
karena manausia itu sama sekalitidak merasa bersalah pada-Nya. Dia yang
selalu bersabar atas kemarahannya, menangguhkan hukuman untuk manusia
hingga hari Pembalasan.
Namun, di sisi lain
Dia
juga tampak marah. tampak selalu menghukum. Dia selalu memberi ujian
yang sulit. Dia begitu suka mempermainkan para kekasihnya. Dia seolah
tak peduli dengan penderitaan kekasihnya. Semakin Dia mencintai
kekasihnya, semakin Dia membuat kekasihnya menderita. Karena Dia amat
suka mendengar para kekasihnya merintih padanya. Memaksa para kekasih
untuk selalu menyebut namanya. Menguji para kekasihnya. Sampai seberapa
jauh mereka mencintai-Nya. Dia yang amat tak sabaran dan selalu ingin
tahu seberaa dalam cinta kekasih-Nya.
Dan anehnya,
Para
kekasih itu selalu menyadari dan meyakini bahwa apapun keputusan Dia
adalah yang terbaik untuk mereka. Para kekasih akan tetap mencintai Dia
walaupun mereka tahu bahwa mereka akan masuk neraka. Para kekasih yang
tak peduli akan keindahan surga dan siksa neraka asalkan bisa tetap
mencintai-Nya. Para kekasih yang selalu memuji-Nya walau berada dalam
penderitaan yang amat sangat sakit. Kekasih yang bisa dengan enjoynya
mengatakan, “Senajan ning neroko, nek sing ndawuhi Gusti Allah, tuwin
kepenak!” (walaupun di neraka, tapi kalau itu yang memerintahkan adalah
Allah pastilah enak-nyaman). Para kekasih yang rela menderita dan
mengorbankan nyawanya demi cintanya.
Aku
merasakan dengan segenap sel dalam tubuhku. Betapa dasyatnya cinta
mereka dan betapa Maha Dasyatnya Cinta Mu Ya Allah. Salahkah aku bila ku
cemburu pada mereka? Karena ku merasa hatiku begitu lemah tuk
mencintaimu. Hanya tuk mengingatMu di setiap nafasku pun aku tak kuasa.
Mengingat para kekasih sejatiMu bisa mengingat dan selalu menyebut
namaMu hingga setiap atom dalam diri mereka. Padahal ku tahu Engkau
selalu melihat dan memperhatikanku setiap waktu hingga ke setiap bagian
terkecil dalam tubuhku. Selalu memberi nafas, selalu memberi makan
setiap sel, selalu memberi energi pada setiap ion untuk bergerak, selalu
berputar, thowaf mengelilingi Baitullah yang Kau bangun di setia atom
dalam tubuhku. Merintih aku, mengapa begitu sulit diriku tuk selalu
menyadari keberadaan CintaMu?
Sumber : ngguyu - nesu