Sunday, 14 April 2013

Pembelajaran PPKn dengan Menggunakan Media Tiga Dimensi dari Barang Bekas

Salah satu kelemahan guru dalam pembelajaran PPKn adalah seringnya memberikan konsep-konsep yang kurang sesuai dengan kehidupan siswa sehari-hari. Melalui Media Tiga Dimensi kesulitan siswa tersebut dapat diatasi.
Situasi yang terdapat dalam maket
Situasi yang terdapat dalam model/ maket, 
(1) Lingkungan rumah, (2) Lingkungan sekolah,(3) Lingkungan puskesmas, (4) Lingkungan hutan kota, (5) Lalu lintas di  jalan raya.

Kurikulum tahun 2004 (KBK), disempurnakan menjadi kurikulum tahun 2006  (KTSP). Perubahan mendasar yang terjadi pada kurikulum 2004 mapel PPKn terintegrasi dalam mapel IPS. Tetapi pada kurikulum 2006 PPKn dijadikan mapel tersendiri. Mapel PPKn memiliki fokus pembelajaran kepada pembentukan warganegara yang memahami
dan mampu melaksanakan hak-hak dan kewajibannya untuk menjadi warganegara Indonesia yang cerdas, terampil dan berkarakter seperti yang diamanatkan oleh Pancasila dan UUD 1945.           
Pembentukan warganegara yang memahami dan mampu melaksanakan hak-hak dan kewajibannya sebagai WNI, membutuhkan materi, metode, media, dan evaluasi pembelajaran yang sesuai. Berdasarkan kurikulum dan mengkaji standar isi kurikulum 2006, salah satu materi dalam  PPKn yang sesuai  adalah demokrasi.   

Salah satu kelemahan guru dalam pembelajaran demokrasi, seringkali memberikan konsep-konsep yang kurang sesuai dengan kehidupan siswa sehari-hari. Dibutuhkan media pembelajaran yang mendekati realita. Salah satu media tiga dimensi dibuat dengan memanfatkan barang bekas dalam bentuk miniatur. Melalui media pembelajaran tersebut, siswa dapat membuktikan kegiatan yang terjadi dan juga siswa lebih terarah dalam menjawab atau mendeskripsikan apa yang dilihat.  Disamping itu media tersebut juga mampu menumbuhkan sikap positif siswa terhadap materi dan proses belajar. Adanya media tiga dimensi membuat siswa berebut (antusias) untuk menjalankan simulasi taat pada aturan, yaitu tata tertib lalu lintas. Taat pada aturan adalah bagian dari norma dalam masyarakat, sebagai perwujudan warganegara yang sadar akan hak dan kewajibannya, sehingga tercipta  kehidupan yang demokratis.

Pemanfaatan barang bekas atau sampah bertujuan mengajarkan siswa untuk memiliki jiwa kewirausahaan dan kesadaran  untuk menjaga dan memelihara bumi dari kerusakan guna kelangsungan hidup manusia. Hal tersebut sejalan dengan kesepakatan masyarakat internasional dalam mewujudkan komitmen pelestarian lingkungan.
Sikap positif sebagaimana tersebut diatas, perlu ditananamkan kepada siswa, dengan proses kejiwaan: 1) mengetahui, 2) memahami, 3) menghayati, 4) menyakini, 5) menyadari kemudian, 6) mengamalkannya dalam kehidupan sehari-hari. Jika siswa mengetahui tentang norma, proses berikutnya ia memiliki pemahaman tentang norma, selanjutnya ia mampu menghayati dan memiliki kesadaran untuk mengamalkannya, khususnya taat pada aturan dalam kehidupan sehari-hari.