Tuesday 28 May 2013

Jenis dan Kaidah Cangkriman : Cangkriman Tembang

CANGKRIMAN TEMBANG

Yang ini agak serius walaupun isinya bisa lucu. Tentusaja harus mengikuti kaidah tembang yang digunakan. Apakah Pucung, Pangkur atau tembang macapat lainnya. Hampir mirip dengan “Cangkriman pepindhan”, ada barang atau keadaan yang harus ditebak. Contohnya tembang Pucung di bawah ini:

Bapak pucung dudu watu dudu gunung; Sangkamu ing sabrang; ngon-ingone sang Bupati; Yen lumaku si pucung lembehan grana

Terjemahannya: Bapak pucung bukan batu bukan gunung (berarti sesuatu yang besar); Asalmu dari seberang (berarti bukan dari tanah Jawa); Piaraan sang Bupati (dipelihara sang Bupati); Kalau berjalan si pucung berlenggang hidung (siapa lagi yang jalannya bergoyang hidung kalau bukan “gajah”)

Kalimat dalam tembang juga bisa mengandung “wancahan (akronim). Bila contoh pertama di atas satu tembang berisi satu “cangkriman” maka pada tembang Pangkur dibawah ini disamping mengandung “wancahan juga dalam satu tembang terdapat beberapa “cangkriman

BadhĂ©nĂªn cangkriman ingwang; Tulung-tulung ana gĂªdhang awoh gori; Ana pitik ndhasĂ© tĂªlu; Gandhènana Ăªndhasnya; kyai dhalang yèn mati sapa sing mikul; Ana buta nunggang grobag; SĂªlawĂ© sunguting gangsir.

Penjelasan:
  1. Gedhang awoh gori (dalam bahasa Indonesia terjemahannya pisang berbuah nangka muda; tetapi maksudnya disini gedhang awoh ditegori (ditegor: ditebang. Jelas kalau pisang berbuah memetiknya dengan ditebang)
  2. Ana pitik ndhase telu (Dalam bahasa Indonesia: Ada ayam kepalanya tiga. Maksun sebenarnya adalah “nhase dibuntel wulu” atau kepalanya terbungkus bulu)
  3. Kyai dhalang yen mati sapa sing mikul (Terjemahan bahasa Indonesia: Ki Dalang kalau meninggal siapa yang memikul. Maksudnya “dhalang” adalah Kadhal dan walang (belalang). Kalau mati ya tidak ada yang memikul)
  4. Ana buta nunggang grobag (Bahasa Indonesianya “Ada raksasa naik grobag”. Maksudnya “buta” disini adalah “tebu ditata”. Wajar saja kalau dinaikkan grobag (dulu belum ada truk untuk mengangkut tebu)
  5. Selawe sunguting gangsir (duapuluh lima sungutnya gangsir; kalau di Indonesiakan. Maksud “selawe” disini adalah “sak lawe” (lawe: benang) dalam pengertian ukuran sebesar "lawe".
Satu tembang ternyata ada lima cangkrimannya. Wancahan sekaligus blenderan. Tembangnya tidak harus “macapat”. Di bawah ini contoh tembang dolanan anak-anak yang bahasanya lebih sederhana, tidak dalam tembang “macapat” dan mirip-mirip dengan “cangkriman” tembang Pangkur di atas.

Nyata kowe wasis (sis); Bedheken sing gelis (lis, lis, lis); Cangkriman telu iki; Jangkrik sungut slawe batangane apa; Pitik ndhase telu batangane apa; Bapak demang (mang) klambi abang (bang, bang, bang); Disuduk manthuk-manthuk

Untuk Jangkrik sungut slawe dan pitik ndhase telu jawabannya sama dengan di atas, sedangkan “bapak demang klambi abang”, atau Bapak demang berbaju merah adalah jantung pisang yang warnanya memang merah. Ketika kita menebang pisang, pohon pisang mulai roboh tentu jantung pisangnya bergoyang terangguk-angguk.
 
Catatan:
  1. Wangsalan
Walaupun berisi “cangkriman” pada kalimat pertama, kemudian jawabnya disamarkan pada suku kata pada kalimat atau anak kalimat berikutnya tidak masuk katagori cangkriman. Mengenai wangsalan dan kaidahnya dapat dilihat pada posting Menyampaikan pitutur dengan wangsalan  (tiga tulisan).
  1. Cangkriman Prapatan
Cangkriman prapatan adalah “teka-teki silang”. Tentusaja bukan olah vokal tapi olah tulis walaupun tetap sama-sama asah otak. Lebih merupakan kerja individu walaupun dapat digarap bareng-bareng.