KUPANGGIL NAMAMU
Oleh: W.S.Rendra
Sambil menyebrangi sepi Kupanggil namamu
Wanitaku.....
Apakah kau mendengarku.?
Malam yang berkeluh kesah memeluk jiwaku yang payah dan resah, Karna memberontak terhadap rumah memberontak terhadap adat yang latah dan ahirnya tergoda cakrawala.
Sia-sia kucari pancaran sinar matamu.
Ingin kuingat lagi bau tubuhmu yang kini sudah kulupa. Sia-sia tak ada yang bisa kujangkau, Dan sempurnalah kesepianku.
Angin pemberontakan menyerang langit dan bumi, Dan dua belas ekor srigala muncul dari balik masa silam, Merobek-robek hatiku yang celaka.
Berulang kali kupanggil namamu, Dimanakah engkau wanitaku..?
Apakah engkau juga menjadi masa silamku..?
Kupanggil namamu
Kupanggil namamu
karna engkau rumah dilembah.
Dan Tuhan.? Tuhan adalah seniman tak terduga yang selalu sebagai sediakala Hanya memperdulikan hal yang besar saja.
Seribu jari dari masa silam menuding kepadaku, Tidak aku tidak bisa kembali
Sambil terus memanggil namamu,
Amarah pemberontakan yang suci bangkit dengan perkasa malam ini,
Dan menghamburkan diri kecakrawala
Yang sebagai gadis telanjang membukakan diri padaku penuh dan perawan.
Keheningan sesudah itu sebagai telaga besar yang beku dan aku pun beku ditepinya.
Wajahku.....
Lihatlah wajahku terkaca dikeheningan,
Berdarah dan luka-luka dicakar masa silam.
Oleh: W.S.Rendra
Sambil menyebrangi sepi Kupanggil namamu
Wanitaku.....
Apakah kau mendengarku.?
Malam yang berkeluh kesah memeluk jiwaku yang payah dan resah, Karna memberontak terhadap rumah memberontak terhadap adat yang latah dan ahirnya tergoda cakrawala.
Sia-sia kucari pancaran sinar matamu.
Ingin kuingat lagi bau tubuhmu yang kini sudah kulupa. Sia-sia tak ada yang bisa kujangkau, Dan sempurnalah kesepianku.
Angin pemberontakan menyerang langit dan bumi, Dan dua belas ekor srigala muncul dari balik masa silam, Merobek-robek hatiku yang celaka.
Berulang kali kupanggil namamu, Dimanakah engkau wanitaku..?
Apakah engkau juga menjadi masa silamku..?
Kupanggil namamu
Kupanggil namamu
karna engkau rumah dilembah.
Dan Tuhan.? Tuhan adalah seniman tak terduga yang selalu sebagai sediakala Hanya memperdulikan hal yang besar saja.
Seribu jari dari masa silam menuding kepadaku, Tidak aku tidak bisa kembali
Sambil terus memanggil namamu,
Amarah pemberontakan yang suci bangkit dengan perkasa malam ini,
Dan menghamburkan diri kecakrawala
Yang sebagai gadis telanjang membukakan diri padaku penuh dan perawan.
Keheningan sesudah itu sebagai telaga besar yang beku dan aku pun beku ditepinya.
Wajahku.....
Lihatlah wajahku terkaca dikeheningan,
Berdarah dan luka-luka dicakar masa silam.