HARI
PASARAN UNTUK PERKAWINAN
Neptu
dan hari pasaran dijumlah kemudian dikurangi/dibuang enam-enam apabila tersisa:
1
jatuh, mati, (tidak baik) asalnya bumi
2 jatuh, jodoh (baik) asalnya jodoh dengan langit
3 jatuh , selamat atau baik asalnya barat
4 jatuh, cerai atau tidak baik asalnya timur
5 jatuh, prihatin (tidak baik) asalnya selatan
6 jatuh, mati besan (tidak baik) asalnya utara
2 jatuh, jodoh (baik) asalnya jodoh dengan langit
3 jatuh , selamat atau baik asalnya barat
4 jatuh, cerai atau tidak baik asalnya timur
5 jatuh, prihatin (tidak baik) asalnya selatan
6 jatuh, mati besan (tidak baik) asalnya utara
Dalam
berdagang orang jawa mempunyai petungan (prediksi) khusus untuk mencapai sukses
atau mendapatkan angsar (pengaruh nasib) yang baik, sehingga menjadikan
rezekinya mudah. Diantaranya petungan tersebut sebagai berikut :
Dalam
“kitab primbon”
(pustaka kejawen) terdapat berbagai cara dan keyakinan turun-temurun yang harus
dilakukan orang yang akan melakukan kegiatan usaha perdagangan. Untuk memulai
suatu usaha perdagangan orang jawa perlu memilih hari baik, diyakini bahwa berawal
dari hari baik perjalanan usahapun akan membuahkan hasil maksimal, terhindar
dari kegagalan.
Menurut
pakar ilmu kejawen abdi dalem Karaton Kasunanan Surakarta, Ki KRM TB Djoko MP Hamidjoyo BA
bahwa berdasarkan realita supranatural, menyiasati kegagalan manusia dalam
usaha perlu diperhatikan. Prediksi menurut primbon perlu diperhatikan meski
tidak sepenuhnya diyakini. Menurut Kitab Tafsir Jawi, dina pitu pasaran lima masing-masing hari
dan pasaran karakter baik. Jika hari dan pasaran tersebut menyatu, tidak secara
otomatis menghasilkan karakter baik. Demikian juga dengan bulan suku, mangsa,
tahun dan windu, masing-masing memiliki karakter baik kalau bertepatan dengan
hari atau pasaran tertentu.
Golek
dina becik (mencari hari yang baik) untuk memulai usaha dagang pada hakekatnya
adalah mencari perpaduan hari, pasaran, tahun, windu dan mangsa yang
menghasilkan penyatuan karakter baik. Misalnya pada hari rebo legi mangsa
kasanga tahun jimakir windu adi merupakan penyatuan anasir waktu yang
menghasilkan karakter baik.
Menurut
Ki Djoko, suatu karya yang terjadi pada hari yang karakternya tidak baik,
diperkirakakan karakter itu akan mengganggu usaha yang dilakukan. Akibatnya
usaha dagangnya juga banyak kendala, bahkan mengalami kegagalan.
Aura
pencemar tersebut dalam primbon disebut naas, sangar tahun, sangar sasi dan
sangar dina. Sedangkan anasir pencemar tersebut dikenal sebagai naga dina, naga
tahun dan sebagainya. Menurut Ki Djoko sampai kapan pun kebiasaan atau tradisi
memilih dina becik (hari baik) seyogyanya dilakukan. Tentunya kalau tidak ingin
berspekulasi dengan resiko kegagalan.
Setiap
karya akan berhasil sesuai dengan kodrat, jika dilakukan dalam kondisi waktu
yang netral dari pencemaran, sengkala maupun sukerta. Manusia diberi kesempatan
oleh Tuhan untuk beriktiar menanggulangi sukerta dan sengkala dengan melakukan
wiradat. Misalnya dengan ruwatan atau dengan ajian rajah kalacakra, sehingga
kejadian buruk tidak menjadi kenyataan.
Orang
yang akan membuka usaha pun dapat melakukan upaya sendiri pada malam hari
sebelum memulai usaha, yaitu berdoa mendasari doa kepada Tuhan sambil
mengucapkan mantera rajah kalacakra Salam, salam, salam Yamaraja jaramaya,
yamarani niramaya, yasilapa palasiya, yamidora radomiya, yamidasa sadamiya,
yadayuda dayudaya, yasilaca silacaya, yasihama mahasiya. Kemudian menutup
dengan mantera Allah Ya Suci Ya Salam sebanyak 11 kali.
Untuk
usaha perdagangan orang jawa yang masih percaya pada petung, akan
menggunakannya baik untuk menentukan jenis barang maupun tempat berdagang dan
sebagainya. Petung tersebut didasarkan weton (kelahiran dari yang bersangkutan)
Menurut
Dosen Jurusan Sastra Daerah – Fakultas Sastra UNS Drs. Usman Arif Mpd, peluang merupakan
filsafat kosmosentris bahwa manusia dan alam tidak dapat dipisahkan. Manusia
merupakan bagian dari alam semesta sehingga geraknya tidak dapat lepas dari
gerak alam, sebagaimana waktu dan arah mata angin.
Orang
jawa mempunyai keyakinan bahwa saat dilahirkan manusia tidak sendirian karena
disertai dengan segala perlengkapannya. Perlengkapan itu merupakan sarana untuk
bekal hidup dikemudian hari, yaitu bakat dan jenis pekerjaan yang cocok. Di
dalam ilmu kejawen kelengkapan itu dapat dicari dengan petung hari lahir,
pasaran, jam, wuku tahun dan windu.
Menurut
Usman petung sekedar klenik atau gugon tuhon melainkan merupakan hasil analisa
dari orang-orang jawa pada masanya. Hasil analisa itu ditulis dalam bentuk
primbon. Dengan petungan jawa, orang dapat membuat suatu analisa tentang anak
yang baru lahir berdasarkan waktu kelahirannya. Misalnya anak akan berhasil
jika menjadi wartawan, atau sukses jika menjadi pedagang.
Petung
yang demikian itu juga digunakan di dalam dunia perdagangan. Orang jawa masih
mempercayainya, akan menggunakan petung dengan cermat. Dari menentukan jenis
dagangan waktu mulai berdagang diperhitungkan. Semua sudah ada ketentuannya
berdasar waktu kelahiran yang bersangkutan.
Penerapan
petung untuk usaha perdagangan akan menambah kemungkinan dan percaya diri untuk
meraih sukses. Kepercayaan diri akan membuat lebih tepat dalam mengambil
keputusan. Prediksi menurut petung di dalam perdagangan bukan hanya ada pada
budaya orang jawa saja. Dalam budaya Cina misalnya, hingga kini perhitungan itu
masih berperan besar, sekali pun pengusaha Cina itu sudah menjadi konglomerat.
Di
Cina petung itu ada dalam Kitab
Pek Ji atau Pak Che (delapan angka) yang juga berdasarkan
kelahiran seseorang, yaitu tahun kelahiran memiliki nilai 2, bulan nilai 2,
hari memiliki nilai 2 dan jam kelahiran nilai 2.
Meskipun
orang lahir bersamaan waktu, rezeki yang diperoleh tidak sama karena yang satu
menggunakan petung sedangkan yang lainnya tidak.
Banyak
pula orang yang tidak mempercayai petung. Mereka menganggapnya klenik atau
tahayul. Mereka berpendapat dengan rasionya dapat manipulasi alam. Anggapan
demikian belum pas, meskipun manusia dapat merekayasa, alam ternyata akan
berjalan sesuai dengan mekanismenya sendiri